AJI Jakarta Kecam Tindakan Kekerasan Polisi Kepada Jurnalis Saat Demo Omnibus Law

9 Oktober 2020, 16:48 WIB
Personel kepolisian berusaha membubarkan pengunjuk rasa menggunakan water canon saat demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Harmoni, Jakarta, Kamis 8 Oktober 2020. /Foto: ANTARA/Wahyu Putro A/

SEPUTARTANGSEL.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mendesak Polri mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja.

AJI mengecam tindakan polisi dan meminta Polri menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya.

AJI mencatat ada tujuh jurnalis yang menjadi korban kekerasan dari para anggota Polri dalam unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di Jakarta, Kamis 8 Oktober 2020 kemarin.

Baca Juga: Demo Berakhir Ricuh, Sultan Yogya: Siapa yang Merusak Fasilitas Umum, Pidanakan!

“Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja; serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya,” ujar Ketua AJI Jakarta Asnil Bambang dalam keterangan resminya, Jumat 9 Oktober 2020.

AJI Jakarta juga mengimbau kepada pimpinan redaksi ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Baca Juga: Aktivis Pers Mahasiswa Dikabarkan Hilang Saat Meliput Demo Omnibus Law UU Cipta Kerja

“Mengimbau para jurnalis korban kekerasan pun intimidasi aparat agar berani melaporkan kasusnya, serta memperkuat solidaritas sesama jurnalis AJI Jakarta. Kita juga mendesak Kapolri membebaskan jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang ditahan,” tambahnya.

Diketahui, Jurnalis CNNIndonesia.com Tohirin, mengaku kepalanya dipukul dan ponselnya dihancurkan polisi ketika ia meliput demonstran yang ditangkap kemudian dibogem di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Pasca Rusuh Demo Menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Bus Tranjakarta Kembali Beroperasi

Ketika itu dia tak memotret atau merekam kejadian itu. Polisi tak percaya kesaksiannya, lantas merampas dan memeriksa galeri ponselnya. Polisi marah ketika melihat foto aparat memiting demonstran.

Akibatnya, gawai yang ia gunakan sebagai alat liputan itu dibanting hingga hancur, maka seluruh data liputannya turut rusak.

Sementara itu, Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di daerah Jalan Thamrin, juga jadi sasaran oknum polisi.

Baca Juga: Demo Tolak Omnibus Law di Surabaya dan Malang, Polisi Amankan 634 Pelaku Perusakan Fasum

Ia merekam polisi yang diduga mengeroyok demonstran. Sontak terduga seorang polisi berpakaian sipil serba hitam dan anggota Brimob menghampirinya.

Aparat meminta kamera pemuda itu, namun Peter menolak lantaran bahwa ia jurnalis yang resmi meliput.

Selain itu, Ponco Sulaksono, jurnalis dari merahputih.com turut jadi sasaran amuk polisi. Dia ‘hilang’ beberapa jam, sebelum akhirnya diketahui kalau ia dibekuk aparat.

Baca Juga: PBNU: UU Cipta Kerja Abaikan Syarat Auditor Sertifikat Halal Harus Sarjana Syariah

Ponco ditahan di Polda Metro Jaya. Aldi, jurnalis Radar Depok sempat merekam momen Ponco keluar dari mobil tahanan. Aldi bersitegang dengan polisi, nahas ia turut diciduk.

Polisi juga tak segan pula menangkap pers mahasiswa yang turut meliput aksi. Berthy Johnry, (anggota Lembaga Pers Mahasiswa Diamma Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta), Syarifah, Amalia (anggota Perslima Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Ajeng Putri, Dharmajati, Muhammad Ahsan (anggota Pers Mahasiswa Gema Politeknik Negeri Jakarta) bernasib sama.

Mereka ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya bersama massa aksi lainnya. AJI Jakarta dan LBH Pers menegaskan penganiayaan oleh polisi serta menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.***

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler