SEPUTARTANGSEL.COM - Satu per satu fakta baru terkait skenario mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo akhirnya terungkap.
Pasca melakukan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo langsung melapor kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Jumat, 8 Juli 2022 malam hari.
Dalam pertemuan itu, Ferdy Sambo menangis dan berbohong kepada Kapolri dengan mengatakan Brigadir J tewas dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah dinasnya yang berlokasi di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Tak sendirian, kala itu Ferdy Sambo ditemani mantan Staf dan Penasihat ahli Kapolri, Fahmi Alamsyah.
Sandiwara Ferdy Sambo ini dibongkar oleh kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak.
Pernyataan Kamaruddin Simanjuntak ini dibenarkan oleh Penasihat ahli Kapolri Prof. Hermawan Sulistyo.
Menurut Hermawan Sulistyo, kala itu Ferdy Sambo telah membohongi Kapolri.
Namun, kata Hermawan, Kapolri tak langsung percaya dengan perkataan Ferdy Sambo.
Bahkan, Listyo Sigit Prabowo sudah merasakan kejanggalan mengenai kematian Brigadir J.
Menanggapi hal ini, Ahli hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan poling yang ia buat di media sosial mengenai sikap Kapolri terkait kasus Brigadir J.
Hasilnya, dari total 2.100 vote, 90% percaya bahwa Kapolri berniat melindungi Ferdy Sambo.
Sementara 3% orang percaya Listyo Sigit Prabowo tidak akan melindungi mantan Ketua Satgasus Merah Putih itu, dan sisanya 7% mengaku ragu-ragu.
"Jadi mayoritas mengatakan sikap dasar Kapolri itu adalah melindungi. Sekali lagi ini bukan kebenaran, ini hanya sekadar melihat dan mengetahui pendapat," kata Refly Harun.
Meski demikian, menurut Refly Harun pendapat masyarakat ini penting untuk mengukur sejauh mana Kapolri berkomitmen untuk membuka kasus Brigadir J sebenar-benarnya dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
Mantan Staf ahli Mahkamah Konstitusi itu pun mengamini pendapat seorang netizen bahwa Kapolri harusnya dipilih berdasarkan meritokrasi.
"Ya sebenarnya juga begitu seharusnya. Jadi meritokrasi itu didasarkan pada betul-betul ukuran objektif, bukan subjektivitas Presiden," tutur Refly Harun.
"Karena kalau cuma subjektivitas Presiden, Presiden tidak punya kepentingan soal penegakan hukum. Kepentingan Presiden adalah untuk melindungi kekuasaannya dan kalau bisa ikut serta cawe-cawe dalam Pemilu dan juga paling tidak ngembat orang-orang yang mengkritik Presiden," sambungnya, dikutip SeputarTangsel.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Senin, 22 Agustus 2022.
Ia pun kembali menyinggung kasus mantan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq dan Habib Bahar bin Smith.
"Kalau polisi kita masih seperti itu, wah gawat negara kita," ucap Refly Harun.***