Antrian Solar dan Pertalite, Said Didu Minta Pemerintah Transparan Soal Kuota dan Dana Subsidi BBM

9 April 2022, 13:31 WIB
Muhammad Said Didu bicara kelangkaan solar dan pertalite /Twitter/@msaid_didu/

SEPUTARTANGSEL.COM - Mantan Staf khusus Kementerian ESDM Muhammad Said Didu menyesalkan kondisi rakyat mengantri solar dan pertalite yang terjadi sejak 1 April 2022 yakni sejak Bahan Bakar Motor (BBM) pertalite naik harganya.

Terkait dengan rakyat yang mengantri solar, Said Didu menduga hal ini dikarenakan karena stok solar dan pertalite berkurang di SPBU.

Kemudian, kata Said Didu, stok solar dan pertalite stok berkurang disebabkan permintaan solar subsidi melebihi kuota solar subsidi dalam APBN.

Baca Juga: Pemerintah Kota Bitung Keluarkan Surat Edaran BBM Bersubsidi

“Diperkirakan banyak konsumen solar non subsidi ‘membeli’ solar subsidi. Ini terjadi karena selisih harga antara solar subsidi dg non subsidi sekitar Rp 8.000 per liter,” kata Said Didu dikutip SeputarTangsel.Com dari akun @msaid_didu pada Sabtu 9 April 2022.

Menurut Said Didu, jika pemerintah telah memiliki kuota subsidi maka aparat harus mengupayakan agar segenap stakeholder dapat menjaga kuota subsidi itu.

Namun jika Pemerintah dan Pertamina belum memutuskan penambahan kuota solar bersubsidi dan aparat belum berhasil menjaga penyelundupan solar bersubsidi maka Pertamina tidak boleh menambah supply solar bersubsidi, jika pertamina menyalurkan lebih dari kuota maka jadi pelanggaran.

Baca Juga: Tanggapi BBM Naik, Politisi PKS Mulyanto: Teganya Pemerintah

“@pertamina tidak boleh menambah supply solar bersubsidi -jika pertamina menyalurkan lbh dari kuota maka jadi pelanggaran,” kata Said Didu.

Menurut Said Didu, secara garis besar penyebab terjadinya antrian solar dan pertalite adalah lambatnya keputusan pemerintah tentang dana subsidi, kuota, dan harga.

Kemudian, kata Said Didu, antrian solar dan pertalite tidak bisa diselesaikan Pertamina karena hal ini diluar kewenangannya. Menurut Said Didu, jika Pertamina harus menanggung dana subsdi BBM maka tidak akan kuat menanggung kerugian.

Said Didu kemudian membeberkan penetapan harga dan jumlah produk bersubsidi dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sebagai berikut:
Total nilai Subsidi = Kuota jumlah produk disubsidi x ((Harga Pokok Penjualan - Harga Penetapan Pemerintah) + marjin).

“Artinya bahwa total jumlah solar yang disubsidi penjualannya tidak boleh lebih dari kuota,” ujar Said Didu.

Kemudian, tambah said Didu, selain masalah kuota, Pertamina juga menghadapi masalah kekurangan dana subsidi yang harus ditalangi oleh pertamina.

“Dana subsidi solar dalam APBN hanya Rp 500 per liter sementara selisih harga sudah sekitar Rp 8.000 maka Pertamina menalangi sekitar Rp 7.500 per liter,” ujarnya.

Baca Juga: Cipta Panca Bandingkan Kebijakan BBM Era SBY Vs Jokowi: Kalau Sekarang DPR Cuma Stempel Pemerintah Aja

Dana talangan tersebut baru akan dibayar oleh pemerintah setelah diaudit oleh BPK tahun berikutnya dan itu pun biasanya dicicil oleh pemerintah.

“Kejadian tersebut selalu berulang sehingga utang pemerintah ke Pertamina umumnya di atas Rp 100 triliun. Ini mengganggu cash pertamina,” katanya.

Menurut Said Didu, masalah pertalite lebih rumit dari solar karena pertalite belum ditetapkan sebagai BBM bersubsidi sehingga dibutuhkan keputusan pemerintah berupa: total kuota petralite, kuota masing-masing daerah, harga pertalite bersubsidi dan apakah ada pertalite non subsidi.

“Perkiraan saya, harga keekonomian pertalite saat harga crude sekitar $ 100 per barrel sekitar Rp 12.000 per liter. Jika harga jual saat ini tdk berubah Rp 7.650 per liter maka diperlukan subsidi sekitar Rp 4.350 per liter. Kita menunggu berapa kuota dan dana subsidi,” ujar Said Didu.

Kemudian, Said Didu menyimpulkan bahwa yang menjadi penyebab antri solar adalah: kuota solar subsidi yang tidak mencukupi. Kedua, dana subsidi solar dalam APBN tidak mencukupi. Ketiga, ditengarai konsumsi solar non subsidi beralih ke solar subsidi. Keempat, Pertamina makin berat menanggung talangan subsidi solar.

“Pemerintah harus turun tangan,” ujar Said Didu.

Kemudian, kata Said Didu, yang menjadi penyebab antri pertalite adalah karena harga pertamax naik.

Kedua, belum ada keputusan resmi bahwa pertalite termasuk BBM subsidi/penugasan.

Ketiga, belum ada keputusan besaran subsidi, harga jual, dan kuota pertalite bersubsidi. Keempat, dengan harga sekarang Pertamina menanggung kerugian sehingga wajar mengurangi supply.***

Editor: Dwi Novianto

Tags

Terkini

Terpopuler