SEPUTARTANGSEL.COM - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis berharap, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dapat mencerna semua keputusan sebelum dikeluarkan.
Di antaranya yakni SKB 3 Menteri dan Peraturan Pemerintah (PP) No 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan agar tidak menimbulkan salah paham.
Cholil mengatakan, yang salah adalah yang mengeluarkan aturan karena tak komprehensif sehingga akan menimbulkan kesalahpahaman.
Baca Juga: Politisi PKB Luqman Hakim: Kalau Aku Jadi Presiden, Pasti Ku Kick Out Mendikbud Nadiem Makarim
"Mendikbud, mas @nadiemmakarim saya berharap keputusan2-an dicerna sebelum dikeluarkan. Seperti SKB 3 Menteri dan PP 57 thn 2021 menimbulkan salah paham. Sbnarnya yg salah itu yg mengeluarkan aturan krn tak komprehensip sehingga memang siapapun akan salah memahaminya," kata Cholil, dikutip Seputartangsel.com dari akun Twitter @cholilnafis pada hari Sabtu, 17 April 2021.
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa revisi yang dilakukan secara terus-menerus tidak akan cukup. Justru sebaliknya, hal itu terlihat seperti tidak serius dalam mengurus negara.
"Kan tak cukup hanya revisi dan revisi lagi. Ini ngelihatnya kaya’ tak serius mengurus negara," ujarnya.
Baca Juga: Anggota DPR RI Sebut Vaksin Nusantara Berjalan Sendiri, Hiraukan Imbauan BPOM
Dia mengatakan, Mendikbud Nadiem Makarim hanya menunggu reaksi publik, bukan mempertimbangkan kemaslahatan hukum terkait hukum.
"Hanya selalu menunggu reaksi publik setiap kebijakannya, bukan bagaimana kemaslahatan umum," tuturnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Nadiem Makarim mengatakan akan mengajukan revisi terhadap PP No 57 Tahun 2021.
Baca Juga: Mendikbud Ajukan Revisi PP No 57 Tahun 2021, Ketum KNPI Haris Pratama Desak Nadiem Makarim Mundur
Baca Juga: Dikomentari Soal Pakaian dan Matinya, Tamara Bleszynski Balas Komentar Nyinyir Netizen Begini
Pasalnya, di dalam PP yang diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Maret 2021 lalu itu, Pancasila dan Bahasa Indonesia tidak disebutkan sebagai mata kuliah wajib.
Menurut Nadiem, revisi tersebut dilakukan untuk mencegah kontroversi publik lebih jauh lagi.***