Mengingat Kembali Sepak Terjang FPI, Kapolda Metro Jaya Pernah Bilang Begini

30 Desember 2020, 20:09 WIB
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian. /Antara

SEPUTARTANGSEL.COM - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan secara resmi telah membubarkan ormas Front Pembela Islam dan melarang segala aktivitasnya.

Sepak terjang FPI mewarnai jalan panjang kehidupan sosial dan politik Indonesia sejal reformasi tahun 1998.  Setelah hari ini, 30 Desember 2020, ormas dari Petamburan itu tak lagi diakui di bumi pertiwi. Pernyataan bahwa FPI kini menjadi ormas terlarang disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD, yang didampingi 10 pejabat tinggi negara.

Salah satu pejabat negara yang hadir dalam jumpa pers terkait nasib FPI tersebut adalah Mendagri Tito Karnavian. Dirinya ikut menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri terkait pertimbangan hingga keputusan memasukkan FPI sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

Jika dilhat jejak digital 5 tahun ke belakang, Tito yang kala itu masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya sering berkunjung ke markas FPI Bahkan waktu aksi 212 pertama di 2016, Tito dan Habib Rizieq satu panggung mengikuti acara hingga selesai.

Hubungan FPI dan Tito cukup 'mesra'. Bahkan Tito mengatakan, FPI merupakan ormas yang sangat toleran.

Pernyataan itu disampaikan Tito saat menghadiri sebuah acara yang diselenggarakan Yayasan Assaadah yang bekerja sama dengan FPI Jakarta, pada 5 September 2015.

Acara tersebut turut dihadiri Pangdam Jaya saat itu Mayor Jenderal Agus Sutomo, Imam Besar FPI Habib Rizieq, Sobri Lubis, dan sejumlah ulama lainnya.

Dalam acara bertajuk 'Membangun Peradaban Dialog Antar Umat Beragama' tersebut, Tito mendapat kesempatan untuk turut memberikan kata sambutan.

Tito saat itu mengatakan, acara seperti itu diharapkan dapat menghilangkan stigma negatif publik terhadap FPI, yang selama ini identik dengan kekerasan dan intoleran.

Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian saat menghadiri sebuah acara bersama FPI, 5 September 2015

"Adanya kegiatan seperti ini jelas akan melepaskan stigma yang mungkin dilabeli oleh media massa yang kemudian mempengaruhi publik bahwa FPI adalah ormas yang radikal, militan, dan seterusnya dan seterusnya, intoleran. Tapi dalam kenyataannya, saya paham, karena saya sudah lama dengan teman-teman FPI, bergaul, berdiskusi dengan Imam-imam besar, paham dengan pemikiran beliau. Beliau sangat toleran sebetulnya," ujar Tito.

Namun, 4 tahun kemudian saat dirinya menjabat sebagai Mendagri, sikap Toto cenderung keras dengan FPI. Momen itu tampak saat Kemendagri tidak memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas karena mempersoalkan izin AD/ART nya.

Meski salah satu syarat SKT, yakni rekomendasi dari Kementerian Agama, telah terbit, Tito tetap pada pendiriannya bahwa ia mempertanyakan konsep ideologi FPI yang membawa embel-embel NKRI Bersyariah.

Tito menyatakan belum keluarnya SKT untuk FPI karena ada sejumlah masalah dalam ideologi yang diusung FPI. 

Ia mempersoalkan FPI yang masih menggunakan kata khilafah di dalam AD/ART-nya. Padahal kata Tito, AD/ART ormas harus sesuai dengan UU Ormas. Di dalam UU tersebut, setiap ormas harus tunduk dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945.

"Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kaffah (sempurna/menyeluruh) di bawah naungan khilafah islamiah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah, dan pengawalan jihad," ucap Tito usai rapat di gedung DPR, Jakarta, 28 November 2019.

Hingga akhirnya hari ini pemerintah resmi melarang FPI untuk beraktivitas sebagai ormas dan sebagai organisasi terlarang karena berbagai kegiatannya dianggap bertentangan dengan hukum.

Adapun faktor-faktor pendukung dilarangnya FPI diantaranya data adanya keterlibatan anggota FPI dalam kegiatan terorisme dan pidana umum.

"Bahwa pengurus dan atau anggota FPI atau pun yang pernah bergabung, berdasarkan data sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme, dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana," ucap Wamenkumham Prof Oemar Sjarief, membacakan SKB, Rabu 30 Desember 2020. 

"Di samping itu sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya, dan 100 di antaranya telah dijatuhi pidana," imbuhnya.***

Editor: Fandi Permana

Tags

Terkini

Terpopuler