SEPUTARTANGSEL.COM – Aprilia Manganang yang dikenal sebagai atlet voli putri Indonesia dengan pangkat Sersan di TNI AD dipastikan sebagai laki-laki.
Kepala Staf AD (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa memastikan hal tersebut dalam Konferensi Pers, Selasa 9 Maret 2021.
Berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh, Sersan Manganang dipastikan adalah laki-laki. Dia tidak memiliki organ internal perempuan. Hormon yang dimiliki juga dominan laki-laki.
Baca Juga: Kasus Penembakan 6 Laskar FPI, Mahfud MD: Yang disampaikan Sebatas Keyakinan, Bukan Bukti
Baca Juga: Dipastikan Laki-Laki, Aprilia Manganang Akan Ubah Identitas dan Ganti Nama
Kesalahpahaman terjadi karena di saat baru lahir, orang tua dan tenaga medis yang menangani tidak mengetahui.
Serda Aprilia Manganang dipastikan mengalami kelainan yang disebut hipospadia.
Apa itu hipospadia?
Di Indonesia, kasus ini jarang terdengar. Namun, di AS merupakan kelainan yang umum pada bayi baru lahir. Prevalensinya 1 dari 200 bayi lahir.
Baca Juga: Jadwal Acara TV 10 Maret 2021, Lengkap mulai, NET, Trans7, GTV, TransTV, ANTV, SCTV hingga RCTI
Baca Juga: Wow Fahri Hamzah Pamer Gendong Lobster Berukuran Jumbo Colek Susi Pudjiastuti Ini bukan Baby Lobster
Dari laman resmi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) yang dikutip SeputarTangsel.Com diketahui, hipospadia adalah cacat lahir pada anak laki-laki di mana pembukaan uretra tidak terletak di ujung penis.
Uretra atau saluran yang membawa urin dari kandung kemih tidak terbentuk normal pada usia 8 sampai 14 minggu kehamilan.
Kelainan juga sering terjadi secara kompleks antara uretra, penis, dan kulit penis.
Uretra mungkin saja terletak pada kepala atau batang penis dan di skrotum atau buah zakar. Akibatnya, penis mungkin melengkung. Saat buang air kecil juga terjadi percikan urin.
Baca Juga: Kaesang Bohong Soal Putus Pertengahan Januari, Ibunda Felicia: Lebih Banyak Bukti yang Kita Punya
Baca Juga: 7 Kebiasaan Yang Membuat Badan Cepat Lelah, Salah Satunya Terlalu Banyak Minum Kopi
Pada beberapa anak, testis belum sepenuhnya turun ke skrotum sehingga tidak terlihat seperti laki-laki.
Bayi dengan hipospadia yang tidak diterapi sejak kecil, jika sudah lebih besar tidak dapat buang air kecil berdiri. Saat dewasa dia akan mengalami masalah hubungan seksual.
Penyebab hipospadia belum diketahui secara pasti. Kemungkinan adanya kombinasi gen atau faktor keturunan. Selain itu, kondisi ibu saat hamil ikut mempengaruhi.
Baca Juga: PNS Dilarang Pergi ke Luar Kota Oleh Pemerintah, Ternyata Gara-gara Ini
Ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun, obesitas, ikut program kehamilan dengan teknologi, dan terapi hormon tertentu disinyalir mempunyai risiko melahirkan bayi laki-laki hipospadia.
Laman RSUI yang dikutip SeputarTangsel.Com menyebutkan, bahwa kelainan dapat dideteksi ketika bayi lahir.
Satu-satunya terapi yang disarankan untuk mengatasi masalah hipospadia adalah pembedahan. Ini dilakukan satu hingga beberapa kali, tergantung tingkat kelainan sedang, berat, atau ringan dan bisa dimulai ketika bayi berusia 3 bulan ke atas.
Baca Juga: Aprilia Manganang, Atlet Timnas Voli Putri Dipastikan Laki-laki, Kecurigaan Timnas Filipina Terbukti
Baca Juga: Enam Kader Pecatan Partai Demokrat Gugat AHY ke PN Jakarta Pusat
Tujuan pembedahan adalah mengoreksi lekukan pada penis, membentuk saluran kemih, dan menempatkan lubang di ujung penis jika memungkinkan.
Bayi dengan kondisi hipospadia diminta untuk tidak disunat. Penyunatan dapat menyebabkan kulit penis kembali terangkat. ***