Maulid sendiri, jelasnya, artinya waktu kelahiran dan maulud bermakna bayi yang dilahirkan.
“Dari kedua kata, maulid dan maulud tidak ada hukum yang dapat dijelaskan. Hukum terletak pada perbuatan yang melekat pada waktu dan benda,’ ujar Ustadz Adi Hidayat sebagaimana dikutip SeputarTangsel.Com dari unggahan kanal YouTube Cahaya Islam pada 4 Desember 2017.
Sebagai contoh, UAH menjelaskan tentang golok. Tidak ada hukum Islam tentang golok. Hukum berlaku saat golok digunakan. Jika untuk menyembeli hewan kurban maka perbuatannya halal. Namun, hukum berlaku sebaliknya saat golok digunakan untuk kejahatan.
Jadi, semua Islam seharusnya tidak ada yang menentang maulid dan maulud Nabi. Nabi Isa alahissalam dan umat terdahulu saja senang mendengar waktu dilahirkannya Rasulullah, apalagi umatnya sendiri.
Waktu dan adanya bayi yang dilahirkan sesuai dengan janji Allah dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 129.
“ Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
“Jika ada umat Islam yang mengatakan ‘saya menentang maulid Nabi, berarti dia keluar dari hukum Islam,” ujar Ustadz Adi Hidayat tegas.
Baca Juga: Ustadz Adi Hidayat Angkat Bicara Tentang Vaksin AstraZeneca, Haram Jika...
Oleh karena itu, sebagai tanda bahwa umat Islam senang dan gembira atas kelahirannya, harus menjadikan Rasulullah sebagai uswatun hasanah atau teladan yang baik, seperti tertera dalam Quran surat Al Ahzab (33) ayat 21.