Baca Juga: Momen 17 Ramadhan: Perang Badar Berlangsung
Salah satu Gubernur yang hendak dicopot Ali adalah Muawiyah bin Abu Sufyan penguasa Damaskus. Namun Muawiyah menolak pencabutan tersebut dan kemudian menolak kepemimpinan Ali sebagai khalifah yang sah.
Peperangan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah disebut sebagai perang Siffin. Perang yang berlarut-larut membuat pertahanan kubu Muawiyah di Damaskus kewalahan.
Akhirnya Muawiyah mengutus Amr bin Ash untuk berunding dengan pihak Ali dan menancapkan Al-Quran di tombak mereka sebagai ajakan damai. Dalam perundingan (Tahkim) tersebut, antara kubu Muawiyah yang diwakili Amr bin Ash dan kubu Ali yang diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari tidak mencapai kesepakatan.
Akhirnya kelompok yang tidak puas atas Tahkim tersebut menuding Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari telah kafir. Kelompok ini kemudian berkumpul di Harura dan dijuluki sebagai Khawarij.
Baca Juga: Makna dan Keistimewaan Lailatul Qadar Yang Harus Diketahui
Orang-orang Khawarij kemudian berencana untuk membunuh Ali, salah satu eksekutor yang ditunjuk adalah Abdurrahman bin Muljam, seorang tokoh Khawarij yang terkenal ‘alim dan memahami ilmu Al-Quran.
Tepat pada tanggal 19 Ramadhan di waktu subuh, Ali membangunkan umat Muslim untuk menunaikan shalat Subuh.
Saat Ali tengah menjadi Imam shalat Subuh, Abdurrahman bin Muljam sudah menyiapkan pedang beracun dan berdiri di barisan shaf pertama setelah Ali.
Baca Juga: Ibadah Puasa Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Simak Penjelasannya