Jadi Korban di Ricuh Demo Omnibus Law, PWI: Halangi Kerja Wartawan Adalah Tindak Kriminal

- 10 Oktober 2020, 09:00 WIB
Sebuah pos polisi dibakar pengunjuk rasa yang menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja saat bentrok dengan polisi di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis 8 Oktober 2020. Unjuk rasa tersebut berakhir ricuh dan mengakibatkan sejumlah fasilitas umum rusak.
Sebuah pos polisi dibakar pengunjuk rasa yang menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja saat bentrok dengan polisi di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis 8 Oktober 2020. Unjuk rasa tersebut berakhir ricuh dan mengakibatkan sejumlah fasilitas umum rusak. /Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww./

SEPUTARTANGSEL.COM- Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Depari menyesalkan tindak kekerasan yang diduga dilakukan oknum polisi terhadap sejumlah jurnalis yang meliput demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Kamis 8 Oktober 2020.

PWI menegaskan, para wartawan dalam menjalankan tugas dilindungi Undang- Undang NOmor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Menurut Atal S. Depari, UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga Negara Indonesia, bukan hanya untuk pers.

Baca Juga: 5 Lokasi SIM Keliling di Jakarta, Berikut Daftarnya

Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas kepolisian, juga harus menghormati ketentuan dalam UU Pers.

“Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing –masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang diterapkan Dewan Pers. Dimana pers bekerja menurut peraturan–peraturan yang dikeluarkan Dewan Pers,” kata Atal S. Depari dalam keterangan tertulis, Jumat 9 Oktober 2920, malam.

Atal menjelaskan, pihak manapun yang menghambat dan menghalangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara.

Baca Juga: Gatot Nurmatyo: Demo Omnibus Law UU Cipta Kerja Adalah Konsekuensi Keputusan DPR-Presiden

“Dalam Peraturan Dewan Pers diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya dan apalagi sampai dibunuh,” tegasnya.

Dia mengungkapkan, jika wartawan yang meliput aksi protes UU Cipta Kerja  sudah menunjukkan indetitas dirinya dan melakukan tugas seuai kode etik jurnalistik, maka seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum.

Baca Juga: Nobel Perdamaian 2020 Diberikan Kepada WFP

Terkait soal tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan, termasuk penganiayaan dan intimidasi dalam meliput demo Omnibus Law UU Cipta Kerja, disebutnya adalah suatu pelanggaran berat terhadap Kemerdekaan pers.

“Perbuatan para oknum polisi itu, bukan hanya mengancam kelangsungan kemerdekaan pers, tetapi merupakan tindakan yang merusak sendi–sendi demokrasi. Ini juga adalah pelanggaran sangat serius,” tegasnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x