Berpotensi Memperparah Penularan Covid-19, Pemerintah Fokus Pencegahan Karhutla

- 13 Agustus 2020, 22:22 WIB
Asap mengepul akibat kebakaran lahan, di Kerinci, Jambi, Sabtu 8 Agustus 2020. Gubernur Jambi Fachrori Umar menyebutkan sebanyak 258 desa di sejumlah kabupaten di provinsi itu berstatus daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Asap mengepul akibat kebakaran lahan, di Kerinci, Jambi, Sabtu 8 Agustus 2020. Gubernur Jambi Fachrori Umar menyebutkan sebanyak 258 desa di sejumlah kabupaten di provinsi itu berstatus daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). /WAHDI SEPTIAWAN/ANTARA FOTO

SEPUTARTANGSEL.COM - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus berulang setiap tahun, sudah berlangsung lebih dari tiga dekade.

Pada 2020, bahaya karhutla kembali mengancam dan kali ini datang bersamaan dengan pandemi Covid-19.

“Menghadapi karhutla tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena kita menghadapi pandemi Covid-19 juga,” kata Kepala BNPB Doni Monardo dalam webinar "Ancaman Karhutla dan Covid-19 di Masa Pandemi" Kamis, 13 Agustus 2020.

Baca Juga: Pemerintah Didesak Cegah Google dan Facebook Merusak Ekonomi dan Kedaulatan Negara

Karenanya, lanjut Doni, perlu ada upaya lebih serius dan lebih optimal untuk menyampaikan ke seluruh lapisan masyarakat.

“Jangan ada yang membiarkan terjadinya kebakaran,” tegasnya.

Secara khusus, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melihat ancaman ganda tersebut berpotensi menyerang orang-orang yang sangat rentan.

Di antaranya, para lansia dan penderita penyakit bawaan atau komorbid seperti hipertensi, diabetes, jantung, dan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).

Baca Juga: Penjambret Nenek di Pondok Aren yang Viral Akhirnya Diringkus Polisi

Kepala BNPB menjelaskan, fokus BNPB tahun ini akan lebih banyak turun langsung ke unsur-unsur masyarakat untuk mencegah terjadinya karhutla.

“Pencegahan merupakan langkah terbaik,” katanya.

Merujuk Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, Doni Monardo menjabarkan ada tiga langkah preventif yang akan didorong.
Pertama, mengembalikan kodrat gambut yang basah, berair, dan berawa.

Kedua, mengubah perilaku agar masyarakat mengintervensi pihak yang berupaya membakar lahan untuk membuka lahan.
Ketiga, membentuk satgas di setiap daerah untuk memantik kepedulian dalam penanganan bencana.

Baca Juga: Jumlah Gajah di Kenya Naik Dua Kali Lipat, Tiga Dekade Terakhir

Sementara itu, Yayasan Madani Berkelanjutan selaku penyelenggara webinar senada dengan komitmen BNPB guna memperkuat langkah mitigasi karhutla.

“Serangan ganda Karhutla dan Covid-19 ini telah nyata di depan mata,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya.

Yayasan Madani Berkelanjutan mengambil inisiatif untuk melakukan analisis mengenai pemetaan Area Rawan Terbakar (ART) dan Area Potensi Terbakar (APT).

Data dikumpulkan dan diolah kemudian disilangkan dengan data Indeks Kewaspadaan Provinsi (IKP) dari Kawal Covid-19 untuk memetakan besaran ancaman karhutla dan Covid-19 di pelbagai daerah.

Baca Juga: Memori 22 Tahun Lalu: Sri Mulyani Pernah Diundang ke Seminar oleh Jokowi, Kini Jadi Rekan Kerja

Muhammad Teguh Surya menilai perlu ada kerja sama dan komitmen yang serius dari semua pihak.

Seperti pemerintah, swasta, masyarakat serta penggiat lingkungan dalam mencegah berulangnya kejadian karhutla baik sekarang maupun tahun mendatang.

Yayasan Madani Berkelanjutan mendapatkan empat provinsi dengan tingkat potensi terbakar paling luas.

Yakni Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara.

Baca Juga: Ke Dunia Politik, Tompi: One Day, Insya Allah Gue Akan Terjun

Setiap provinsi juga diwakilkan setidaknya tiga kabupaten/kota dengan luas area potensi terbakar antara 169 hektare (Kabupaten Karimun) sampai 6.152 hektare (Kabupaten Natuna).

Yayasan Madani Berkelanjutan juga menemukan provinsi dengan kerentanan karhutla tertinggi tahun ini dengan kewaspadaan Covid-19 tinggi.

Ditemukan bahwa provinsi Sumatra Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jambi merupakan provinsi dengan ancaman ganda yang cukup tinggi atas karhutla dan Covid-19.

Baca Juga: Alhamdulillah, Ibadah Umrah Kembali Diizinkan Mulai 1 September 2020

“Apabila tidak diantisipasi, asap karhutla akan memperparah infeksi Covid-19,” lanjut Muhammad Teguh Surya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P3ML) Wiendra Waworuntu yang turut hadir dalam diskusi menerangkan, di masa karhutla akan timbul dampak kesehatan dengan munculnya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

“Dampaknya kalau masa kebakaran hutan, ada beberapa jurnal yang mengatakan terjadi peningkatan juga kasus Covid-19 di udara panas yang akan berdampak pada peningkatan kasus,” kata Wiendra.

Baca Juga: Anggaran Pilkada 2020 Membengkak, Rizal Ramli: Manfaatnya Tidak Ada, Hanya Teruskan KKN

Dia menjelaskan karhutla meningkatkan peluang virus melayang lebih lama di udara karena adanya aerosol yang diciptakan asap.

Oleh sebab itu respons penanggulangan pada wilayah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan menjadi penting.

Wiendra juga merasa pada situasi karhutla diperlukan protokol tersendiri untuk mencegah penularan serta penyebaran ISPA dan Covid-19

Baca Juga: Rektor UMJ Syaiful Bakhri Positif Covid-19, Rektorat Libur, PMB Jalan Terus

Pada forum diskusi turut hadir pula Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, mewakili salah satu wilayah yang dari tahun ke tahun kerap terdampak karhutla.

Dalam paparannya, Sutarmidji menyebutkan penegakan hukum dan pemberian sanksi kepada perusahaan yang di lahan konsesinya terdapat titik api.

Namun, di sisi lain pelibatan masyarakat dalam menjaga dan pemanfaatan lahan gambut juga ditekankan sebagai salah satu kunci dalam mendukung upaya pencegahan karhutla.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x