Pilot melaporkan saat ketinggian kurang lebih 31.000 kaki, ia memutuskan untuk mengambil rute lain karena melihat ada badai di radar cuaca dalam rute perjalanan yang sudah direncanakan.
Analisis dari kotak hitam data penerbangan digital (DFDR) dan gambar yang diperoleh dari satelit NOAA-12 menunjukkan bahwa penerbangan telah memasuki badai sewaktu kru pesawat memulai untuk mengubah rute dari rute normal menuju Yogyakarta.
Data satelit menunjukan pesawat memasuki daerah dengan cuaca buruk sekitar pukul 09.18 WIB. Cuaca sangat buruk dan badai juga terekam dalam rekaman percakapan di dalam kokpit (CVR).
Data dari pencitraan satelit, CVR dan DFDR serta pernyataan pilot menunjukkan, sebelum pesawat memasuki kawasan badai, pesawat menuju selatan dan terbang menuju ke celah anatara dua badai.
Pilot melaporkan bahwa mereka mencoba terbang di celah antara dua badai yang dapat dilihat dari radar cuaca pesawat.
Setelah 90 detik memasuki badai, kedua mesin pesawat mati pada 09.20 WIB, CVR dan DFDR berhenti merekam karena kehilangan listrik dari generator yang berada di kedua mesin pesawat.
Pilot mencoba tiga kali menghidupkan kembali mesin pesawat namun gagal dan memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat di sungai Bengawan Solo.
Menurut laporan penerbangan yang dikeluarkan oleh KNKT di tahun 2006 yang dilansir dari YouTube TamaraDelv, jenis pesawat yang digunakan dalam penerbangan GA 421 ini adalah jenis Boeing 737-300.