SEPUTARTANGSEL.COM - Utang luar negeri (ULN) Indonesia diketahui membengkak dan menyentuh jumlah Rp6.169 triliun pada akhir Februari 2021.
Angka tersebut menunjukkan, pertumbuhan utang luar negeri Indonesia lebih tinggi 4,0 persen (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,7 persen (yoy).
Informasi ini diungkapkan oleh Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Erwin Haryono melalui keterangan tertulisnya pada hari Jumat, 16 April 2021.
Baca Juga: Harun Masiku Trending di Twitter, Mardani Ali Sera Buatkan Pantun Membalas Cuitan KPK, Ini Isinya
Baca Juga: Israel Melancarkan Serangan ke Jalur Gaza
Erwin mengatakan, meski utang luar negeri Indonesia mengalami pertumbuhan, namun hal itu masih tetap aman dan terkendali.
Akibat hal ini, sejumlah netizen kembali teringat oleh pernyataan Analis Politik Ubedilah Badrun yang ia tulis melalui akun Twitter pribadinya @UbedilahB pada 13 April 2021 lalu.
Menurut Ubedilah, mengelola negara dengan utang yang ugal-ugalan dapat membuat negara masuk ke dalam perangkap utang (debt trap).
Baca Juga: Amerika Serikat Menghentikan Sementara Distribusi Vaksin Johnson & Johnson
Baca Juga: Waspada, Jaringan Terorisme Masuk ke Dunia Fintech untuk Pendanaan
Selain itu, utang luar negeri juga membuat sebuah negara dapat terancam kehilangan kedaulatannya.
"Sesungguhnya, cara mengelola negara dengan utang yang ugal-ugalan itu selain membuat negara masuk perangkap utang (debt trap) juga membuat negara kehilangan kedaulatan," kata Ubedilah, dikutip Seputartangsel.com dari akun Twitter @UbedilahB.
Lebih lanjut, Ubed mengatakan bahwa untuk memperbaiki pemerintahan yang buruk tak hanya cukup dengan pembenahan parpol, tetapi harus melalui perubahan sistem politik secara radikal.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Membengkak Capai Rp6.169 Triliun, Politisi Demokrat: Kebanyakan Korupsi
Dia menjelaskan, sistem tersebut dimulai dari input politik, proses politik, hingga output politik.
Selain itu, menurut Ubed UU Politik seperti UU Partai Politik (Parpol) sampai UU Pemilu perlu dikoreksi.
"Perubahanya lebih sistemik diantaranya dari dari input politik, proses politik sampai output politik. UU politik perlu dikoreksi semuanya, dari UU Parpol sampai UU Pemilu," ujarnya.***