Baca Juga: Update Banjir Bandang di NTT, Korban Meninggal Bertambah 128 Orang dan 72 Hilang
“Media dilarang menyiarkan tindakan kekerasan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, dihimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis,” tulis poin kesatu surat telegram itu.
Kemudian, Humas tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. Rekonstruksi yang dilakukan kepolisian juga tidak boleh ditayangkan secara terperinci.
Selanjutnya, reka ulang juga dilarang walaupun bersumber dari pejabat Polri. Terutama apabila reka ulang itu tentang kejahatan seksual.
Baca Juga: Aksi Teror di Makassar dan Mabes Polri Disebut Rekayasa, Edi Hasibuan Naik Pitam, Ini Komentarnya
“Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual,” sambungnya.
Lebih lanjut, gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya harus disamarkan.
Wajah dan identitas pelaku, korban, beserta keluarga yang masih di bawah umur juga harus disamarkan.
“Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku,” bunyi poin lainnya.