SEPUTARTANGSEL.COM - Kabar pengambilan kekuasaan secara paksa atau 'kudeta' yang akan dilakukan kepada Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menyita perhatian Rocky Gerung.
Pengamat politik itu menilai bahwa tindakan pengambilalihan secara paksa atau 'kudeta' merupakan politik pragmatis.
Ditambah lagi, gerakan tersebut melibatkan pejabat istana yakni Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Namun, Rocky Gerung mengatakan bahwa gerakan yang dilakukan Moeldoko merupakan tindakan yang tidak salah.
Pasalnya, pengambilalihan partai menurut Rocky, adalah sebagai bentuk konsolidasi dari pihak istana.
“Pak Moeldoko enggak salah karena mungkin beliau menganggap ‘kan biasa tuh partai dipecah belah lalu diambilalih’, kan istana lakukan hal itu terhadap Golkar, PPP, macam-macam. Jadi sudah jadi grammar istana untuk mengambil alih partai dalam rangka konsolidasi,” papar Rocky Gerung dalam kanal YouTube miliknya.
Di sisi lain, kejadian yang menimpa Demokrat saat ini dianggapnya sebagai kebocoran informasi, lantaran persiapan pengambilalihan baru berjalan 20 persen, tetapi sudah bocor ke publik.
“Pak SBY itu 10 tahun di istana, pasti dia meninggalkan kuping di dinding-dinding istana, sehingga bisa mendengar sebetulnya. Itu mungkin salah hitungnya Pak Moeldoko dan teman-teman yang ingin melakukan kudeta,” ujarnya.