SEPUTARTANGSEL.COM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Syarief Hasan, turut mengecam keras Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Syarief menilai, Macron telah membiarkan penistaan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berekspresi.
Syarief mengatakan, kartun yang menistakan Nabi Muhammad SAW bukanlah bagian dari kebebasan berekspresi yang dibenarkan.
Baca Juga: Keluar dari KPK, Febri Diansyah Buka Kantor Hukum untuk Advokasi Korban Korupsi
Baca Juga: Prabowo Subianto Capres 2024, Segini Elektabilitasnya Berdasarkan Survei Y-Publica
"Prancis sebagai salah satu negara yang menganut sistem demokrasi harusnya menempatkan penghormatan kepada agama dan kepercayaan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang mesti dijunjung tinggi," kata Syarief dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Jumat 30 Oktober 2020.
Padahal dalam putusan Pengadilan HAM Eropa pada 25 Oktober 2018 yang berkedudukan di Kota Strassbourg, menurut anggota Fraksi Partai Demokrat ini, Prancis telah menetapkan bahwa penistaan terhadap agama bukanlah bagian dari kebebasan berekspresi.
Baca Juga: Bandara Kertajati, Odong-odong, Pakan Ternak dan Foto Prewedding
Baca Juga: Mungkinkah Virus Corona Penyebab Covid-19 Menular Lewat Makanan Beku?
"Sebagai negara yang menjunjung hukum dan HAM, harusnya Prancis mengambil langkah sejalan dengan putusan Pengadilan HAM Eropa," ujarnya.
Syarief tegaskan Macron untuk menghentikan segera hal-hal yang menjadi pemantik masalah yang semakin meluas ini.
"Presiden Perancis harusnya lebih bijak melihat bahwa umat muslim dunia terluka dengan penistaan kepada Nabi Muhammad SAW," ungkap Syarief.
Baca Juga: Gempa Magnitudo 7,0 Skala Richter dan Mini Tsunami Landa Provinsi Izmir di Barat Turki
Baca Juga: Din Syamsudin: Ada Gelagat Kekuasaan di Indonesia Mengarah pada Kediktatoran Konstitusional
Harusnya Presiden macron, kata Syarief, menarik seluruh pernyataannya yang sering menyudutkan Islam dan menciptakan kegaduhan dunia.
Syarief juga mendorong Pemerintah Indonesia mengambil tindakan tegas menyikapi permasalahan tersebut.
"Pemerintah Indonesia yang telah memanggil Duta Besar Prancis harus memastikan pesan Indonesia benar-benar didengarkan sehingga tidak menimbulkan polemik yang kontra produktif di tengah pandemik Covid-19," tutur Syarief.
Baca Juga: Libur Panjang dan Cuti Bersama, Lebih 11.000 Wisatawan Berkunjung ke TMII
Baca Juga: Khabib Nurmagomedov Taruh Cap Tapak Kaki di Foto Wajah Presiden Prancis, Emmanuel Macron
Lebih lanjut, Syarief juga berpesan kepada seluruh pemimpin di dunia untuk menjaga hak kelompok minoritas, khususnya hak beragama dan berkepercayaan.
"Resolusi Dewan HAM PBB di Jenewa pada 26 Maret 2009 telah menegaskan agar setiap negara menjunjung tinggi hak setiap orang untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dengan perasaan aman. Sehingga, negara-negara di dunia harus menjunjung tinggi resolusi tersebut," kata Syarief.
Selain itu, Syarief berpesan sebagai umat Islam, untuk menunjukkan ciri khas dari Islam yang rahmatan lil alamin.
Baca Juga: Dewan Pengupahan Nasional Bantah Rekomendasikan Upah Mininum 2021 Tak Naik
Baca Juga: Siapa yang Lebih Menguntungkan Indonesia Jika Terpilih, Trump atau Biden? Ini Kata SBY
"Kita harus menyampaikan aspirasi muslim dunia dengan bijak dan mencoba untuk tidak terprovokasi. Kita harus menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menjadi rahmat dan pembawa pesan damai bagi seluruh alam semesta, sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW," ungkap Syarief.
Ia juga menilai Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan narasi dan aspirasi muslim dunia.
"Pemerintah harus benar-benar memanfaatkan bargaining position sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia untuk membawa pesan Islam dunia dan mewujudkan tujuan negara Indonesia untuk menciptakan perdamaian dunia," tutur Syarief.***