Kisah Kos-kosan di Kramat Raya yang Menjadi Tempat Lahirnya Sumpah Pemuda

28 Oktober 2020, 16:07 WIB
Rumah Sie Kong Lian di Jalan Kramat Raya 106, kini mejadi Museum Sumpah Pemuda. (Inzet : Sie Kong Lian) /Foto: Dok. Roemah Boedaya Surabaya/YouTube /Sudin Pusar Jakpus/

 

SEPUTARTANGSEL.COM - Setiap tanggal 28 Oktober selalu diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda.

Ini adalah catatan sejarah yang selalu dikenang, menyangkut peristiwa, tokoh dan juga tempat. Salah satunya adalah bangunan di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta.

Pada 28 Oktober 1928, puluhan pemuda dari berbagai daerah berkumpul di rumah yang berlokasi di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta.

Baca Juga: Khabib Nurmagomedov Pensiun Sebagai Petarung Nomor Satu Lintas Divisi UFC

Baca Juga: Ini Tiga Capres 2024 Terkuat Versi Indikator Politik Indonesia

Mereka mengikuti Kongres Pemuda II yang berlangsung dua hari, 27 dan 28 Oktober 2020.

Dikutip Seputartangsel.com dari berbagai sumber, sejak tahun 1925, rumah itu selalu ramai.

Pemiliknya diketahui bernama Sie Kong Liang, menjadikannya sebagai tempat indekos mahasiswa. Belakangan, sejarah mencatat, anak-anak kos di rumah itu adalah tokoh-tokoh yang mengukir sejarah bangsa.

Tercatat nama-nama penghuni kos-kosan bersejarah itu di antaranya, Mohammad Yamin, Amir Sjarifuddin, Surjadi, Asaat, Abu Hanifah, AK Gani, Hidajat, F. Lumban Tobing Sunarko, Kunjoro, Amir, Rusmali, Ramzil, Sumanang, Sambudjo, Urip, Mokoginta, dan Hasan.

Baca Juga: Div Humas Polri: Unggahan YouTube Gus Nur Karena Peduli Terhadap NU

Baca Juga: Vaksin Merah Putih Tengah Diuji Coba ke Hewan, Akhir 2020 Diharapkan Bisa Diproduksi

Rumah Indekos

Awal tahun 1900-an muncul gelombang elite terpelajar di Indonesia yang berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda.

Mereka kemudian membentuk berbagai organisasi kepemudaan berdasarkan identitas etnis. Maka lahirlah Jong Celebes (Sulawesi), Jong Ambon (Ambon), Jong Java (Pemuda Jawa) Jong Sumatranen Bond (Sumatera), dan Pemuda Kaum Betawi.

Anggota dari Organisasi tersebut bersekolah di kota-kota besar di Jawa. Banyak dari sekolah-sekolah tersebut yang menyediakan asrama.

Baca Juga: Peringati Sumpah Pemuda, Berikut Quotes Soekarno dan Puisi WS Rendra

Baca Juga: Perdana Menteri, Ratu dan Sekjen Sunda Empire Divonis Masing-masing Dua Tahun Penjara

Namun, lantaran jumlah pelajar semakin meningkat, asrama pun tidak cukup lagi mengakomodasi semua pelajar.

Alhasil, sebagian dari mereka harus tinggal di rumah kos. Salah satu gedung yang menyediakan jasa tersebut kos itu, tak lain adalah Kramat Raya 106 yang kala itu dikenal dengan sebutan Commensalen Huis.

Sejak 1908, Kramat Raya 106 telah dihuni oleh pemuda dan mahasiswa dari sekolah kedokteran School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) dan sekolah hukum Rechtsschool (RS). Sejak itu, pemuda lain berdatangan untuk turut indekos di sana.

Baca Juga: Hasil Liga Champions: Madrid Tertahan, Dua Tim Inggris Raih Poin Penuh

Baca Juga: Teks Sumpah Pemuda yang Tercantum dalam Poetoesan Congres Pemoeda 28 Oktober 1928

Kemudian, pada tahun 1925, anggota dari organisasi Jong Java mulai tinggal di rumah kos tersebut.

Pada tahun 1926, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lainya mulai menghuni gedung tersebut.

Sehari-harinya mereka sering melakukan diskusi bersama. Soekarno Bersama Algemeen Studie Club dari Bandung pun sering datang untuk membahas soal perjuangan dengan pemuda-pemuda lain yang tinggal di situ.

Baca Juga: Ini Daftar 10 Tokoh Pejuang yang Berperan dalam Lahirnya Sumpah Pemuda

Baca Juga: Teks Sumpah Pemuda yang Dihasilkan Kongres Pemuda II 27-28 Oktober 1928

Selain untuk berdiskusi politik, rumah itu juga digunakan sebagai lokasi latihan kesenian Langen Siswo, menjadi markas dan tempat latihan menari Jawa.

Sehabis makan malam bersama, mereka berdiskusi mengenai hal-hal di lingkungan masyarakat, mereka kemudian mendiskusikan masalah politik dan pergerakan mereka.

Setelah itu, muncul keiinginan untuk membentuk perhimpunan bersama. Pada September 1926, lahirlah Perhimpnan Pelajar-pelajar Indonesia (PPI) di rumah tersebut.

Organisasi ini tidak lagi didasari identitas kesukuan ataupun agama, seperti organisasi sebelumnya.

Baca Juga: Ini Tiga Capres 2024 Terkuat Versi Indikator Politik Indonesia

Baca Juga: Div Humas Polri: Unggahan YouTube Gus Nur Karena Peduli Terhadap NU

Setelah terbentuknya PPPI rumah di Kramat Raya 106 Jakarta. Pemuda Indonesia menjadi satu dan bersama-sama melakukan diskusi terkait kemerdekaan Indonesia di sana.Karena digunakan oleh berbagai organisasi,pada tahun 1927,rumah itu beralih nama menjadi Indonesische Clibhuis atau Clubgebouw yang berarti gedung pertemuan.

Lahirnya Sumpah Pemuda

Pada Agustus 1928, tempat tinggal itu diputuskan untuk menjadi lokasi diselenggarakannya Kongres Pemuda II.

Kongres Pemuda I telah dilaksanakan dua tahun sebelumnya, yaitu pada April 1926. Pada kesempatan itu, para pemuda ingin menyatukan berbagai kelompok menjadi satu organisasi.

Kongres Pemuda II diselenggarakan dengan diikuti organisasi pemuda seperti PPPI, Jong Bataks, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten, dan Sekar Rukun.

Baca Juga: Vaksin Merah Putih Tengah Diuji Coba ke Hewan, Akhir 2020 Diharapkan Bisa Diproduksi

Baca Juga: Peringati Sumpah Pemuda, Berikut Quotes Soekarno dan Puisi WS Rendra

Kongres kali ini diharapkan menghasilkan keputusan dari kelompok-kelompok pemuda untuk bersama-sama berjuang meraih kemerdekan.

Pada hari pertama kongres terdengar yel "Merdeka". Karena itu, petugas keamanan Hindia Belanda menjaga jalannya kongres dengan ketat.

Bahkan, di hari kedua sebagian dokumen ada yang disita oleh petugas keamanan Pemerintah Hindia Belanda.

Tak patah semangat, para pemuda berhasil melahirkan ikrar janji persatuan. Naskah janji persatuan tersebut dirancang Mohammad Yamin.

Baca Juga: Perdana Menteri, Ratu dan Sekjen Sunda Empire Divonis Masing-masing Dua Tahun Penjara

Baca Juga: Hasil Liga Champions: Madrid Tertahan, Dua Tim Inggris Raih Poin Penuh

Naskah itulah yang di dalamnya termuat ikrar yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Selain itu, pada kesempatan penutupan Kongres Pemuda II, Wage Rudolf Supratman pertama kali memainkan lagu "Indonesia Raya" dengan biola di depan semua peserta kongres.

Lagu tersebut dibuat sebagai mewakili semangat perjuangan untuk kemerdekaan.

Sempat Beralih Fungsi

Sementara itu, aktivitas di Kramat 106 harus berhenti pada 1934. Gara-garanya, para penghuni yang membentuk organisasi bernama Indonesische Clubgebouw atau dikenal juga Indonesische Clubhuis (IC) tidak mampu lagi membayar sewa kepada Sie Kong Liang.

Baca Juga: Teks Sumpah Pemuda yang Tercantum dalam Poetoesan Congres Pemoeda 28 Oktober 1928

Baca Juga: Ini Daftar 10 Tokoh Pejuang yang Berperan dalam Lahirnya Sumpah Pemuda

Setelah mendapatkan pernyataan bersalah yang ditandatangani Roesmali, ketua IC, Sie Kong Liang membawa masalah itu ke pengadilan.

IC menang berkat pembelaan Mohammad Yamin dan Amir Sjarifuddin. Kemudian Kong Sie Liang naik banding.

Atas saran Yamin dan Amir Sjarifuddin para pengurus IC tidak menghadiri sidang dan melarikan diri.

Mereka pindah ke Kramat Raya 156 dan membalik nama IC menjadi CI dengan Ketua AK Gani untuk menghindari endusan pemerintah kolonial. Sepeninggalan IC rumah Kramat Raya 106 berganti-ganti penghuni.

Baca Juga: POPULER HARI INI: Elektabilitas Prabowo di 2024 Hingga Jaket 'Sindikat Banteng' Jokowi

Baca Juga: Hari Sumpah Pemuda, Ini Keputusan Lengkap Kongres Pemoeda II, 27-28 Oktober 1928

Pada tahun 1937, rumah tersebut disewakan kepada orang lain, yakni Loh Jing Tjoe. Ia menggunakan bangunan itu sebagai toko bunga sampai tahun 1948.

Selanjutnya, pada tahun 1948-1951, rumah Kramat Raya 106 difungsikan menjadi hotel yang dikenal dengan nama Hotel Hersia.

Setelah digunakan sebagai hotel, rumah itu pada tahun 1951 digunakan untuk kepentingan negara, yaitu kantor dan mess Inspektorat Bea dan Cukai.

Setelah itu pada tahun 1973 rumah itu dijadikan museum Gedung Sumpah Pemuda untuk mengenang peristiwa Sumpah Pemuda.***

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler