Positif Covid-19 Tembus 300.000, Dokter Marah Dituduh Moeldoko-Ganjar 'Meng-Covid-kan' Pasien

4 Oktober 2020, 19:03 WIB
Petugas medis membawa jenazah pasien COVID-19 saat proses pemakaman di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Alue Tampak, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Minggu 6 September 2020. /Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas./

SEPUTARTANGSEL.COM - Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, per hari ini total kasus positif Covid-19 di Indonesia menembus angka 300.000 kasus sejak wabah merebak.

Tercatat hari ini kasus positif Covid-19 bertambah 3.992 kasus sehingga total menjadi 303.498.

Dari jumlah tersebut, 228.453 pasien telah dinyatakan sembuh setelah bertambah 3.401 kasus dalam sehari.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Penanganan Covid-19 di Indonesia Tidak Buruk

Sedang 11.151 jiwa meninggal dunia setelah bertambah 96 orang dalam sehari.

Di tengah upaya menekan pertambahan jumlah kasus harian positif Covid-19 dan angka kematian, kalangan dokter dan tenaga kesehatan merasa tertohok oleh statemen Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko.

Sebagaimana diberitakan, Moeldoko menuai kontroversi dengan menuding rumah sakit dan tenaga medis berada di balik lonjakan pasien Covid-19 di Indonesia.

Moeldoko dengan percaya diri menyebut ada RS di Indonesia yang sengaja mencatat pasien 'positif Covid-19', padahal tidak terinfeksi sama sekali.

Baca Juga: Lima Drama Korea Paling Dinanti di Bulan Oktober 2020, 'Do Do Sol Sol La La Sol' Hingga 'Search'

Moeldoko menyampaikan hal tersebut di hadapan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Kamis, 1 Oktober 2020.

"Tadi saya diskusi banyak dengan Pak Gubernur, salah satunya adalah tentang definisi ulang kasus kematian selama pandemi," kata Moeldoko di Semarang, Kamis.

Menurutnya, definisi ini harus dilihat kembali. Jangan sampai semua kematian pasien itu selalu dikatakan akibat Covid-19.

Baca Juga: Menengok Starter Pack ala Ketua MPR Bambang Soesatyo

"Ini perlu diluruskan agar jangan sampai ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," ujar Moeldoko dikutip Seputartangsel.com dari Antara.

Para dokter dan tenaga kesehatan tersinggung, karena merasa Moeldoko menuduh mereka 'meng-covidkan' pasien yang bukan terpapar Covid-19.

Ironisnya lagi, kendati diprotes para dokter, pernyataan Moeldoko saat berkunjung ke Semarang, Jawa Tengah itu diamini oleh Ganjar Pranowo.

Politisi dari PDIP tersebut membenarkan ucapan kepala KSP sempat terjadi di salah satu wilayah yang dipimpinnya.

Baca Juga: Bupati Bangka Tengah yang Juga Calon Peserta Pilkada Serentak 2020, Meninggal Akibat Covid-19

"Ini kan kasihan. Ini contoh-contoh agar kita bisa memperbaiki hal ini," tuturnya.

Kini setiap ada pasien yang meninggal di RS, dokter harus memberikan catatan data kematian.

Data itu akan diverifikasi sebelum akhirnya ditentukan Covid-19 atau bukan.

Minusnya, penerapan sistem itu akan menimbulkan keterlambatan data angka kematian.

"Itu lebih baik daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," tegas Ganjar.

Baca Juga: Mural Fenomenal di Community Center Pamulang, Tangerang Selatan

Namun, kalangan dokter tidak terima dengan tudingan Moeldoko dan Ganjar. Di media sosial, para dokter ramai-ramai menyampaikan protes.

"Tudingan bahwa RS meng-covid-kan pasien untuk mendapatkan anggaran ini berbahaya, apalagi diucapkan oleh pejabat negara," protes dokter spesialis jantung, dr. Berlian Idris, lewat akun Twitter @berlianidris.

Padahal, sebelum pernyataan itu keluar saja, sudah banyak tenaga kesehatan (nakes) kena "serangan" masyarakat yang berburuk sangka. Apalagi, setelah adanya pernyataan itu.

Baca Juga: BMKG: Waspada La Nina Mengintai Indonesia, Ini Wilayah Terdampak

"Saya sendiri pernah diserang secara verbal, dituduh meng-covid-covidkan pasien," ungkapnya.

Protes juga dilayangkan dokter yang juga akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tonang Dwi Ardyanto.

Dia menilai pernyataan Moeldoko-Ganjar meruntuhkan kepercayaan masyarakat kepada pelayanan kesehatan.

Padahal, kepercayaan adalah harga paling mahal bagi seorang dokter.

Baca Juga: Malam Minggu, DPR dan Pemerintah Sepakati RUU Omnibus Law Cipta Kerja, PKS dan Demokrat Menolak

"Kerja keras membangun trust, runtuh sekejap. Sadarkah Pak?" cuit @tonangardyanto.

Dokter Andi Khomeini Takdir melalui akun Twitternya, @dr_koko28 juga menyayangkan omongan Moeldoko tersebut.

Menurut dia, buat apa RS memvonis corona pasien yang tidak positif.

"Meng-covid-kan pasien? Apa untungnya? Bagaimana caranya? Ckckck" cuitnya.

"Sudah enggak becus terus kambing hitamkan sana-sini. Pakai bilang keterangan dokter soal pasien Covid-19 di RS harus diverifikasi dulu," cuit drh. Nur Purba P.

Baca Juga: Rizky Febian Akan Gelar Konser Pertama dengan Teknologi AR dan VR di VLIVE

Dokter spesialis anestesi, Nirwan Satria ikut menyampaikan kekecewaan.

Dia berpendapat, dengan melempar tuduhan itu, Moeldoko-Ganjar menebar kebencian dan memprovokasi masyarakat agar membenci rumah sakit, tenaga medis, dan nakes dalam kondisi pandemi ini.

"Kalau ada agenda, jalankan saja agendanya tanpa mesti provokasi," tegasnya.

Tak cuma di dunia maya, di dunia nyata, dokter-dokter lain ikut bicara.

Dokter spesialis paru di RS Persahabatan, Erlina Burhan, salah satu yang membantah tudingan Moeldoko-Ganjar.

"Dokter tidak akan menulis diagnosis Covid-19 kalau tidak ada bukti, buat apa dokter meng-covid-kan pasien?" tuturnya.

Baca Juga: Arab Saudi Luncurkan Program Dialog 2020 Guna Meningkatkan Toleransi Dalam Keberagaman

Selama ini, kata dia, banyak masyarakat tidak memahami, gejala yang ditimbulkan Covid-19 berbeda-beda, sesuai organ tubuh yang diserang.

Virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China ini bisa menyerang organ tubuh selain saluran pernapasan.

Misalnya, saluran pencernaan, organ jantung, pembuluh darah, pankreas, dan bahkan otak.

Nah, kurangnya pemahaman masyarakat membuat mereka menuduh para dokter asal diagnosis.

Baca Juga: Ini Tips Agar Tampil Modis dan Modern Saat Memakai Batik

"Kadang-kadang pasien datang dengan gejala stroke dan positif Covid-19, lalu keluarga marah-marah ke dokter karena merasa yang dialaminya gejala stroke, padahal infeksi Covid-19 juga," jelas Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia Jakarta itu.

Dia mengimbau masyarakat tidak berburuk sangka kepada para dokter yang memberi diagnosis Covid-19.***

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler