Wacana Pemilu 2024 Ditunda, Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva: Rumit, Hanya Menguras Energi Bangsa yang Tak Perlu

27 Februari 2022, 17:20 WIB
Mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva menyebutkan rumitnya mengubah aturan untuk menunda Pemilu 2024 /Dok. Istimewa

 

SEPUTARTANGSEL.COM - Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015, Hamdan Zoelva mengungkapkan komentarnya mengenai makin santernya wacana penundaan Pemilu 2024. 

Hamdan Zoelva mengatakan bahwa penundaan pemilu merampas hak rakyat menentukan pemimpin setiap 5 tahun sekali. 

Selain itu menunda Pemilu akan membuat persoalan yang sangat rumit dan menguras energi bangsa yang tak perlu.

"Jangan pikirkan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, karena hanya cari-cari masalah yang menguras energi bangsa yang tidak perlu," ujar Hamdan Zoelva di akun twitternya pada Sabtu, 26 Februari 2022.

Baca Juga: Immanuel Ebenezer Bela Munarman, Tagar Noel Jadi Trending di Twitter

"Jalankan yang normal saja, negara aman-aman saja," tambah Hamdan Zoelva.

Penyataan Hamdan Zoelva diungkapkannya melalui cuitan akun Twitternya @hamdanzoelva. 

Ia juga menjelaskan melalui sebuah cuitan berurutan, bagaimana rumitnya untuk melakukan penundaan Pemilu.

"Sesuai pasal 22E UUD 1945 Pemilu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Kalau ditunda, harus mengubah ketentuan tersebut, berdasarkan mekanisme Pasal 37 UUD 1945," sebut Hamdan Zoelva. 

Sehingga dari segi alasan, tidak ada alasan moral, etik dan demokrasi menunda pemilu.

Akan tetapi kalau dipaksakan dan kekuatan mayoritas MPR setuju, maka putusan MPR formal sah dan konstitusional.

"Soal legitimasi rakyat urusan lain," tambahnya. 

Akan tetapi Hamdan menyebut apabila hal ini dilakukan, akan menimbulkan masalah selanjutnya.

"Siapa yang jadi presiden, anggota kabinet (Menteri), dan anggota DPR, DPD dan DPRD seluruh Indonesia, karena masa jabatan mereka semua berakhir pada September 2024," ujar Hamdan Zoelva. 

Baca Juga: Bocoran Sinetron Ikatan Cinta Episode 637, 27 Februari 2022: Andin Kaget, Nino Daftarkan Hak Asuh Reyna

Dikatakannya dalam UUD 1945 tidak mengenal pejabat Presiden.

Menurut Pasal 8 UUD 1945 jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan, pelaksana tugas Kepresidenan dilakukan oleh Mendagri, Menlu dan Menhan.

Akan tetapi hal itu pun akan menjadi problem, karena jabatan Mendagri, Menlu dan Menhan berakhir dengan berhenti atau berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wapres.

Kecuali MPR menetapkannya lebih dahulu sebagai pelaksana tugas Kepresidenan.

Pada Pasal 8 UUD 1945 MPR dapat saja mengangkat Presiden dan Wapres menggantikan Presiden dan Wapres yang berhenti atau diberhentikan, sampai terpilihnya presiden dan wapres hasil pemilu.

MPR memilih dan menetapkan salah satu dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan Parpol atau gabungan parpol yang pasangan capresnya memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilu.

Siapa saja dapat diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol, tidak harus Presiden yang sedang menjabat.

Tetapi timbul masalah lagi, siapa yang memperpanjang masa jabatan anggota MPR (DPR-DPD)dan DPRD?

Padahal semuanya harus berakhir pada 2024, karena mereka mendapat mandat terpilih melalui pemilu.

"Untuk keperluan tersebut, ketentuan UUD mengenai anggota MPR pun harus diubah," ujar Hamdan Zoelva. 

Baca Juga: Tolak Kunjungan Risma ke Lokasi Terdampak Gempa Pasaman Barat, Warga: Tidak Usah Lihat Warga Kami

Meski anggota MPR tanpa melalui pemilu dan dapat diperpanjang, tetapi siapa yang perpanjang? 

Jika dipaksakan perpanjang anggota MPR ini dapat dilakukan oleh Presiden atas usul KPU.

"Tetapi sekali lagi UUD terkait anggota MPR harus diubah dulu," ujar Hamdan Zoelva. 

Maka untuk memuluskan skenario penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, harus ada Sidang MPR mengubah UUD. 

"SI MPR memberhentikan presiden-wapres dan mengangkat Presiden dan Wapres sebelum masa jabatan mereka berakhir," ujarnya lagi.

Problem lain, muncul karena banyak DPRD se-Indonesia yang sudah berakhir masa jabatannya pada Juli-Agustus - September 2024, berarti semua agenda skenario harus selesai pada Agustus- September 2024. T

"Pertanyaannya, apa mungkin Presiden diangkat kembali sebelum mereka berhenti secara bersamaan? Karena MPR hanya berwenang mengangkat Presiden dan Wapres jika Presiden dan Wapres secara bersamaan berhenti," katanya.

Baca Juga: Tangis Haru, Sule Restui Hubungan Rizky Febian dengan Mahalini

"Maka jalan keluarnya, berhentikan dulu presiden dan wapres sebelum masa jabatannya berakhir," usulnya lagi.

Merujuk ketentun UUD 1945 tidak ada dasarnya MPR begitu saja memberhentikan Presiden dan Wapres tanpa alasan.

Kecuali mereka berhenti bersamaan karena mengundurkan diri, berhenti atau diberhentikan karena melakukan pelanggaran hukum menurut Pasal 7B UUD 1945. ***

 

Editor: Tining Syamsuriah

Tags

Terkini

Terpopuler