Bocorkan Penyebab Utang Membengkak Era Jokowi, Faisal Basri: Bukan untuk Infrastruktur, Melainkan..

21 Agustus 2021, 17:25 WIB
Ekonom senior Faisal Basri membocorkan penyebab dana utang Indonesia yang membengkak selama era pemerintahan presiden Jokowi. /ANTARA / Wahyu Putro/

SEPUTARTANGSEL.COM - Ekonom Senior Faisal Basri membongkar terkait sumber alokasi belanja negara yang berasal dari utang di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Analisis ini dipaparkan oleh Faisal Basri melalui laman pribadinya, faisalbasri.com pada Jumat, 20 Agustus 2021.

Hal ini sebagai bentuk tanggapan Faisal Basri terhadap komentar Netizen soal penggunaan dana utang untuk program pembangunan Infrastruktur di Indonesia.

Baca Juga: Demi Konten, Para Remaja Ini Nekat Berhentikan Truk Secara mendadak, Endingnya Kocak

Dalam artikel berjudul 'Utang Membengkak, Apakah Benar untuk Infrastruktur', Faisal Basri menyebutkan bahwa ternyata selama ini lonjakan belanja negara paling besar bukan diperuntukkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

"Selama pemerintahan Jokowi, lonjakan belanja paling tinggi bukan untuk pembangunan infrastruktur," kata Faisal Basri, seperti dikutip SeputarTangsel.Com dari faisalbasri.com.

Dalam tulisan tersebut, Faisal Basri menampilkan sebuah tabel data belanja modal periode 2014-2019 yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar 21 persen saja.

Baca Juga: Hujan Turun Pertama Kalinya di Puncak Es Greenland, Perubahan Iklim Kian Dekat?

"Karena infrastruktur 'murni' sejatinya tidak habis dipakai dalam satu tahun, maka alokasinya akan tercermin dari belanja modal," tutur Faisal Basri.

Dia menuturkan bahwa belanja negara yang mengalami pembengkakan itu ternyata digunakan untuk membayar bunga utang negara sebesar 106 persen.

"Peningkatan terbesar ternyata untuk bayar bunga utang (106 persen)," ujarnya.

Selain itu, peningkatan juga tercermin pada belanja barang sebesar 89 persen dan belanja pegawai sebesar 54 persen. Sedangkan, belanja sosial hanya naik sebesar 15 persen.

Baca Juga: Sebanyak 24.150 Pasien Coid di Kabupaten Tangerang Dinyatakan Sembuh

Sementara, dalam kurun waktu 2019-2022, menurut Faisal Basri, peningkatan belanja yang bersumber dari utang masih dipegang oleh pos pembayaran bunga utang. Kemudian, pada posisi kedua ditempati pos bantuan sosial yang mengalami kenaikan 30 persen.

Adanya peningkatan belanja dari utang tersebut dikarenakan pemerintah yang telah mengalokasikan dana lebih besar untuk membantu masyarakat yang terkena dampak pandemi Covid-19.

Di sisi lain, Faisal Basri mengatakan jika selama ini sumber dana pembangunan infrastruktur tidak murni berasal dari APBN.

Untuk mendapatkan sumber dana pembangunan infrastruktur, pemerintah memberikan tugas kepada perusahaan BUMN untuk mencari dana secara mandiri.

Baca Juga: Bocor! Ini Jadwal Pekan Pertama BRI Liga 1 2021/2022, Bali United vs Persik Kediri Jadi Laga Pembuka

"Pemerintah banyak menugaskan BUMN untuk mencari dana sendiri di pasar dengan berutang ke bank maupun menerbitkan obligasi," ujarnya.

Hal ini tentu menjadikan utang BUMN nonkeuangan ikut melonjak.

"Oleh karena itu, utang BUMN nonkeuangan turut melonjak. Pada akhir Maret 2021 telah melampaui satu kuadriliun rupiah," ujarnya.

Selain itu, pembiayaan infrastruktur juga telah melibatkan perusahaan swasta misal, ditandai adanya kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha (KBPU).

Sebagai informasi, berdasarkan Nota Keuangan dan RAPBN 2022 yang diterima DPR dari presiden pada 16 Agustus 2021, disebutkan bahwa utang pemerintah pada akhir tahun 2022 yakni sebesar Rp8,11 kuadriliun.

Baca Juga: Presiden Jokowi Dukung Duet Ganjar Pranowo dan Ahok untuk Pilpres 2024? Cek Faktanya

Faisal Basri pun menyoroti hal ini bisa terjadi lantaran pemerintah yang dinilai kurang sigap dalam menangani pandemi Covid-19 sejak awal sehingga berdampak pada sektor ekonomi.

"Kekalahan di bidang ekonomi terlihat dari pemulihan ekonomi Indonesia yang relatif sangat lambat dibandingkan dengan negara-negara yang sedari awal lebih efektif memutus mata rantai penularan," tuturnya.

Faisal mengatakan kondisi keseimbangan primer yang negatif selama era Jokowi menunjukkan jika beban utang sangat membebani APBN.

Tidak hanya berhenti di sana, Faisal menilai kini pemerintah seolah seperti menggali lubang dan tutup lubang. 

Baca Juga: Hasil Managers Meeting BRI Liga 1, Semua Pemain sampai Pelatih Wajib Punya Aplikasi 'PeduliLindungi'

"Praktik “gali lubang, tutup lubang” tak terhindari sepanjang penerimaan pajak lebih lambat ketimbang pertumbuhan ekonomi," ujarnya. ***

Editor: Tining Syamsuriah

Tags

Terkini

Terpopuler