Cara Bayar Fidyah Pengganti Puasa Bagi Lansia dan Orang Sakit Keras, Mudah untuk Dikerjakan

- 15 April 2022, 10:10 WIB
Pengertian fidyah mengganti puasa bagi lansia dan orang sakit keras
Pengertian fidyah mengganti puasa bagi lansia dan orang sakit keras / Pixabay.com/pictavio

SEPUTARTANGSEL.COM – Dalam hukum fiqih, terdapat orang-orang yang dibolehkan tidak menjalankan puasa Ramadhan. Mereka adalah orang yang lanjut usia dan orang yang sakit keras.

Dua kelompok orang itu dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan dan dibolehkan tidak menqodo (mengganti puasanya).

Namun mereka memiliki kewajiban membayar fidyah sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan.

Baca Juga: Pahala Puasa di Bulan Ramadhan, Ini Kata Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Fidyah adalah Bahasa Arab, yang berasal dari kata fadaa yang berarti menebus atau mengganti.

Dalam arti luas, fidyah adalah bayaran yang dilakukan ketika seseorang tidak mampu menunaikan ibadah puasa karena alasan tertentu, sehingga diperbolehkan tidak berpuasa.

Fidyah dalam puasa dikenai pada orang yang tidak mampu menunaikan qodho’ puasa, hal ini telah disepakati para ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.

Baca Juga: Pahala Puasa Ramadhan Bisa Hilang karena Beberapa Hal Ini, Begini Kata Buya Yahya

Para ulama sepakat bahwa fidyah berlaku pada orang yang sudah tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, serta orang sakit dan sakitnya tidak kunjung sembuh.

Dalam hukum syariah, fidyah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (QS. Al Baqarah: 184).[1]

Selanjutnya tentang jenis dan kadar fidyah, terdapat kesepakatan antara Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah, bahwa kadar fidyah adalah 1 mud bagi setiap hari tidak berpuasa.

Sedangkan Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kadar fidyah yang wajib adalah dengan 1 sho’ kurma, atau 1 sho’ sya’ir (gandum) atau ½ sho’ hinthoh (biji gandum).

Baca Juga: Sahkah Puasa Jika Seharian Tidur Hingga Terlewat Shalat? Ini jawaban Buya Yahya

Kadar fidyah itu dikeluarkan masing-masing untuk satu hari puasa yang ditinggalkan, kemudian diberikan sebagai makanan bagi orang miskin.

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan:

“Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa fidyah satu mud bagi setiap hari yang ditinggalkan”, dikutip SeputarTangsel.com dari Muslim.or.id pada Jumat 15 April 2022.

Selanjutnya, dalam perkembangan ilmu fiqih, beberapa ulama belakangan seperti Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Sholih Al Fauzan dan Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa Saudi Arabia) mengatakan bahwa ukuran fidyah adalah setengah sho’ dari makanan pokok di negeri masing-masing.

Makanan pokok dapat berupa kurma, gandum, beras dan lainnya.

Para ulama mendasari ukuran fidya berdasarkan pada fatwa beberapa sahabat di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Ukuran 1 sho’ sama dengan 4 mud. Satu sho’ kira-kira 3 kg. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg.

Selanjutnya pembayaran fidyah ini dikembalikan pada ‘urf atau kebiasaan yang lazim di suatu negeri.

Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang kita tinggalkan.

Selanjutnya terdapat larangan membayar fidyah dengan mengganti uang. Hal ini didasarkan pada pendapat Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah yang mengatakan:

“Mengeluarkan fidyah tidak bisa digantikan dengan uang. Fidyah hanya boleh dengan menyerahkan makanan yang menjadi makanan pokok di daerah tersebut," katanya.

Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan, kadar fidyah adalah setengah sho’ dari makanan pokok yang ada, yang dikeluarkan bagi setiap hari yang ditinggalkan.

Setengah sho’ kira-kira 1½ kg. Jadi, tetap harus menyerahkan berupa makanan sebagaimana ukuran yang disebut.

"Sehingga sama sekali tidak boleh dengan uang," kata Syaikh Sholih Al Fauzan.

Fidyah yang diwajibkan bagi orang yang berat berpuasa tidak bisa diganti dengan uang yang senilai dengan makanan. Hal ini karena dalam ayat dengan tegas dikatakan harus dengan makanan. Allah Ta’ala berfirman:

فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.”

Sejalan dengan itu, inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin.

Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara, yaitu:

Pertama, dengan memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Anas bin Malik ketika beliau sudah menginjak usia senja (dan tidak sanggup berpuasa).

Kedua, dapat pula memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.

Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang miskin. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang miskin saja sebanyak 20 hari.

Hal ini sesuai dengan pendapat Al Mawardi, yang mengatakan:

“Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”kata Al Mawardi.***

Editor: Dwi Novianto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah