Kisah Wafatnya Khalifah Ali bin Abi Thalib di Bulan Ramadhan

- 4 Mei 2021, 22:43 WIB
Wafatnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib pada 19 Ramadhan ketika tengah menunaikan ibadah Shalat Subuh.
Wafatnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib pada 19 Ramadhan ketika tengah menunaikan ibadah Shalat Subuh. /Sumber: Mehdi Quran Center/

SEPUTARTANGSEL.COM – Sosok Ali bin Abi Thalib tidak bisa dipisahkan dengan sosok Rasulallah Muhammad SAW. Ali adalah sepupu Nabi sekaligus menantunya, suami dari Fatimah Az Zahra binti Muhammad SAW.

Ayahnya bernama Abi Thalib bin Abdul Muthalib seorang pemuka klan Bani Hasyim. Sedangkan ibundanya benama Fathimah binti Asad.

Tercatat dalam sejarah bahwa ia dilahirkan pada 13 Rajab tepat 30 tahun pada Tahun Gajah.

Baca Juga: Sayang Dilewatkan, Waktu Mustajab Berdoa di Bulan Ramadhan

Ada cerita menarik di seputar kelahiran Ali bin Abi Thalib. Ketika ibunda Ali, Fathimah, tengah melakukan tawaf di sekitar Ka’bah tiba-tiba bayi di perutnya hendak mau keluar.

Fatimah yang sudah tidak tahan untuk melahirkan. Inilah yang membuat Ali memiliki julukan sebagai ‘putra Ka’bah’.

Ia memiliki beberapa julukan, yaitu Amirul Mukminin, Abu Hasan, Abu Turab, Al-Murtadha, dan Haidar. Ali bin Abi Thalib pernah bersyair,

“Aku diberi nama oleh ibuku Haidar,

Seperti singa hutan yang mengagumkan”  

Baca Juga: Cara Mudah Meraih Lailatul Qadar di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan

Sayyidina Ali bin Abi Thalib mempunyai peran besar dalam sejarah Islam. Pada masa awal keislaman, Ali bin Abi Thalib secara gigih membela dakwah Nabi dan secara lantang menentang sistem jahiliyah yang dipertahankan oleh bangsawan-bangsawan feodal musyrikin Quraisy.

Keberanian Ali bin Abi Thalib dalam berbagai peperangan membuat hati Rasulallah Saw senang sehingga Rasulallah berkata: La Fatah ila Ali wa la Saifa ila Dzulfikar “tiada pemuda selain Ali dan tiada pedang selain Dzulfikar."

Dzulfikar adalah pedang yang digunakan oleh Ali.

Baca Juga: Kapan Waktu Tepat Terjadinya Malam Lailatul Qadar?

Diangkat Sebagai Khalifah

Ketika Khalifah Utsman bin Affan wafat akibat gejolak politik di Madinah, kaum Muslim kemudian mendatangi Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah setelah Utsman.

Pada mulanya Ali menolak, namun karena terus didesak akhirnya Ali bin Abi Thalib menerima bai’at mereka.

Untuk menstabilkan politik Madinah, saat itu mulai terpecah kubu pro Khalifah Utsman dan kontra Khalifah Utsman, akhirnya Khalifah Ali bin Abi Thalib memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Kufah.

Ia melakukan reformasi struktur pemerintahan khususnya masalah pendistribusian uang di Baitul maal dan mengganti beberapa pemimpin daerah yang kinerjanya dianggap tidak memuaskan.

Baca Juga: Momen 17 Ramadhan: Perang Badar Berlangsung

Salah satu Gubernur yang hendak dicopot Ali adalah Muawiyah bin Abu Sufyan penguasa Damaskus. Namun Muawiyah menolak pencabutan tersebut dan kemudian menolak kepemimpinan Ali sebagai khalifah yang sah.

Peperangan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah disebut sebagai perang Siffin. Perang yang berlarut-larut membuat pertahanan kubu Muawiyah di Damaskus kewalahan.

Akhirnya Muawiyah mengutus Amr bin Ash untuk berunding dengan pihak Ali dan menancapkan Al-Quran di tombak mereka sebagai ajakan damai. Dalam perundingan (Tahkim) tersebut, antara kubu Muawiyah yang diwakili Amr bin Ash dan kubu Ali yang diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari tidak mencapai kesepakatan.

Akhirnya kelompok yang tidak puas atas Tahkim tersebut menuding Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari telah kafir. Kelompok ini kemudian berkumpul di Harura dan dijuluki sebagai Khawarij.

Baca Juga: Makna dan Keistimewaan Lailatul Qadar Yang Harus Diketahui

Orang-orang Khawarij kemudian berencana untuk membunuh Ali, salah satu eksekutor yang ditunjuk adalah Abdurrahman bin Muljam, seorang tokoh Khawarij yang terkenal ‘alim dan memahami ilmu Al-Quran.

Tepat pada tanggal 19 Ramadhan di waktu subuh, Ali membangunkan umat Muslim untuk menunaikan shalat Subuh.

Saat Ali tengah menjadi Imam shalat Subuh, Abdurrahman bin Muljam sudah menyiapkan pedang beracun dan berdiri di barisan shaf pertama setelah Ali.

Baca Juga: Ibadah Puasa Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Simak Penjelasannya

Ketika Ali tengah bersujud Abdurrahman bin Muljam berteriak “Hukum hanya milik Allah bukan milik mu wahai Ali!” lalu dengan cepat ia memukulkan pedang tepat dikepala Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Ali tersungkur jatuh sedangkan para sahabat Ali menangkap Abdurrahman bin Muljam. Ali bin Abi Thalib wafat tiga hari kemudian, tepatnya tanggal 21 Ramadhan 40 Hijriyah. Kepemimpinan akhirnya diteruskan Al-Hasan putra Ali dan jenazah Sayyidina Ali kemudian dimakamkan di Najaf.***

Sumber: Ahmad Abdul Al At-Thahthawi, Qishah min Hayati Ali ibn Abi Thalib. Kairo. Dar Ghaddi al-Jadid. 1437 H/2016 M

Editor: Ignatius Dwiana


Tags

Terkait

Terkini