Dianggap Melanggar Moral, Influencer TikTok Mesir Dijebloskan ke Penjara

- 31 Juli 2020, 17:31 WIB
Pemerintah Mesir penjarakan dua remaja perempuan pengguna TikTok atas tuduhan "mengajak kebejatan dan melanggar nilai kekeluargaan Mesir".
Pemerintah Mesir penjarakan dua remaja perempuan pengguna TikTok atas tuduhan "mengajak kebejatan dan melanggar nilai kekeluargaan Mesir". /- Foto: Pixabay

SEPUTARTANGSEL.COM - Di Mesir, warga bisa dihukum karena "penyalahgunaan media sosial" atau "menghasut kebejatan dan ketidaksusilaan".

Dua influencer Tiktok di Mesir dihukum dua tahun penjara, ditambah denda masing-masing sebesar 16.000 Euro (sekitar Rp280 juta).

Di kasus yang sama minggu lalu, tiga remaja perempuan lainnya juga dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Baca Juga: Pengacara Anita Kolopaking Akan Jalani Pemeriksaan Pertama Setelah Ditetapkan Sebagai Tersangka

Hari Rabu, 29 Juli 2020, satu lagi remaja perempuan dikenai denda dan tiga tahun penjara atas tuduhan yang sama.

Hakim menyebut terdakwa mempublikasikan video tarian tak senonoh dan "melanggar nilai-nilai dan prinsip kekeluargaan Mesir".

Remaja tersebut disebut "mengajak kebejatan" dan perdagangan manusia, menurut pernyataan penuntut.

Baca Juga: Tanggapi Penangkapan Djoko Tjandra, Refly Harun: Orang Berduit Bisa Beli Hukum di Indonesia

Dikutip Seputartangsel dari DW, Haneen Hossam, mahasiswa berusia 20 tahun dan Mawada Eladhm, 22 tahun aktif di media sosial populer buatan Tiongkok, TikTok.

Keduanya memiliki akun dengan lebih dari satu juta follower, yang berisi video-video unggahan mereka berdurasi 15 detik, seperti tarian di dapur, berpose di samping mobil sport, dan lelucon.

"Mereka hanya ingin menambah followers. Tidak ada sangkut-pautnya dengan jaringan prostitusi," ungkap Samar Shabana, penasehat hukum dan pengacara Eladhm kepada media internasional pada hari Senin 27 Juli 2020.

Baca Juga: Dor! Polisi Lepaskan Peluru Tajam ke Arah Sapi Kurban yang Mengamuk di Kota Blitar

Kedua remaja tersebut dituduh mempromosikan prostitusi karena mengajak para pengikutnya untuk memposting video mereka di Likee, platform sharing di mana pengunggah dibayar berdasarkan klik yang didapat.

Meskipun demikian, menurut Nihad Abuel Komsan, pengacara dan kepala Egyptian Center for Women's Right, keputusan hakim sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.

Keputusan tersebut berdasarkan artikel kedua dari legislasi pengetatan komunikasi yang diterapkan sejak tahun 2018.

Baca Juga: Mirip Seri X3, BMW Siapkan Mobil SUV Listrik Baru

Di bawah ketetapan ini, siapapun bisa dituntut atas dugaan pelanggaran nilai-nilai kekeluargaan.

Namun, kata Abuel-Komsan, hukum tersebut salah dan harus dihilangkan.

Penahanan remaja-remaja perempuan ini pun menarik simpati. Petisi online berbahasa Inggris dan Arab bermunculan di situs petisi online Change.org.

"Kami khawatir atas tindakan keras yang menargetkan wanita berpenghasilan rendah," ujar petisi tersebut.

Baca Juga: Salat Id Terakhir Sebagai Wali Kota Tangsel, Ini Pesan Airin

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan, dan mengingatkan pada kasus Menna Abdel-Aziz, remaja perempuan berusia 17 tahun.

Bulan Mei lalu, dengan wajah yang memar dan luka ia memposting video bercerita bahwa ia diperkosa oleh sekelompok remaja.

Tak disangka, Menna ditangkap beserta enam terduga penyerang serta dituduh "menghasut kebejatan dan melanggar nila-nilai kekeluargaan Mesir", karena berpakaian ketat dan menari di media sosial.

Baca Juga: Mau Disembelih, Sapi Presiden Jokowi Kabur ke Belakang Rumah Bupati Kulon Progo

"Jika mereka dihukum karena melanggar nilai kekeluargaan Mesir, apa saja nilai-nilai tersebut?" kata petisi online di Change.org.

"Keluarga mana yang mereka maksud? Apakah nilai tersebut akan berbeda jika 'keluarga' tersebut kaya atau miskin, terkenal atau tidak, yang tertuduh lelaki atau perempuan?" tambahnya. ***

Editor: Sugih Hartanto

Sumber: DW


Tags

Terkait

Terkini

x