Situasi Myanmar Semakin Brutal, Dokter dan Petugas Kesehatan Ikut Terlibat dalam Aksi Protes

22 Maret 2021, 14:15 WIB
Ilustrasi /Sumber: Pixabay / OpenClipart-Vectors/

SEPUTARTANGSEL.COM – Kudeta Myanmar yang di bawah kendali junta militer kini sudah merenggut banyak korban.

Para demonstran anti-kudeta tetap terjun ke jalan untuk menghadapi pasukan militer yang semakin brutal.

Sejak penggulingan kekuasaan pemimpin Aung San Suu Kyi di awal Februari 2021 lalu, situasi Myanmar berada dalam keadaan kacau.

Baca Juga: Nawal El Saadawi Meninggal, Penulis dan Aktivis Perempuan Mesir

Baca Juga: Putus Hubungan Diplomatik karena Ekstradisi, Malaysia Sebut Korea Utara Tidak Saling Menghormati

Tidak tinggal diam, kabar terbaru, kini para dokter dan petugas kesehatan turut melanjutkan perjuangan di Mandalay, Myanmar.

"Kegagalan rezim militer, tujuan kami adalah tujuan kami," seru mereka, seperti yang dikutip SeputarTangsel.com dari Al Jazeera pada Senin, 22 Maret 2021.

Aksi protes yang dilakukan oleh para dokter dan tugas kesehatan itu terjadi ketika Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan bahwa kudeta militer itu semakin banyak memakan korban selama protes untuk menentang perebutan kekuasaan militer sejak 1 Februari 2021.

Baca Juga: Area Perbatasan Ditutup karena Pandemi Covid-19, PBB: Staf Internasional Telah Tinggalkan Korea Utara

Baca Juga: PBB Geram, Total Korban Tewas Anti Kudeta Myanmar Capai 237 Orang

Jumlah korban yang berjatuhan semakin meningkat saat pasukan keamanan meluncurkan tembakan senjata terhadap sebuah kelompok yang mendirikan barikade di kota Monywa.

"Satu orang tewas dan telah melukai beberapa demonstrasi lainnya," ungkap salah seorang dokter.

Dukungan untuk menghadapi kekuatan militer juga dilakukan oleh para insinyur di Mandalay. Berupa aksi yang dijuluki sebagai "pemogokan tanpa manusia".

Baca Juga: Putus Hubungan Diplomatik karena Ekstradisi, Malaysia Sebut Korea Utara Tidak Saling Menghormati

Baca Juga: Jepang Akhirnya Akui Legalitas Komunitas LGBT Menikah

Mereka semua berkumpul dengan posisi tegak berdiri sambil memegangi papan demo yang memenuhi jalanan sebagai perwakilan bagi para demonstrasi lainnya.

Sementara itu, pengunjuk rasa yang berada di hampir 20 lokasi di seluruh negeri juga melakukan aksi protes dengan menyalakan cahaya lilin pada 20 Maret hingga 21 Maret 2021. Dari ibu kota komersial Yangon hingga komunitas kecil di Negara Bagian Kachin di utara dan kota paling selatan Kawthaung.

Biksu Buddha juga ikut memegangi lilin. Sementara beberapa rekan demonstrasi lainnya membentuk salam protes tiga jari dengan menggunakan lilin.

Baca Juga: Konferensi Rusia Mendesak Afghanistan dan Taliban Berdamai

Baca Juga: Menjelang Tahun Baru Nowruz, Iran Dibayangi Gelombang Covid-19

Hingga saat ini, juru bicara pemerintah militer Myanmar tidak dapat dihubungi untuk memberikan respon atas peristiwa berdarah itu.

Namun, juru bicara pemerintah militer sebelumnya hanya menyatakan bahwa pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan senjata apabila diperlukan.

Meski demikan, negara-negara Barat telah berulang kali mengutuk tindakan kudeta itu yang menimbulkan kekerasan terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi.

Baca Juga: Kebencian Anti Asia di AS Meningkat Tajam, Orang Asia Desak Joe Biden Cari Solusi

Baca Juga: Seruan Indonesia tak Diindahkan, Militer dan Polisi Myanmar Tembak Mati 8 Demonstran

Negara-negara tetangga Asia yang selama bertahun-tahun bungkam untuk menghindari urusan internal negara lain pun juga mulai angkat bicara.

Kutukan atas pengambilalihan kekuasan itu tampaknya belum membuat junta militer untuk mengakhiri tindakannya.

Sementara itu, pemimpin kudeta militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing mulai mengunjungi pulau-pulau Coco, salah satu pos terdepan paling strategis di Myanmar yang berada di 400 km (250 mil) selatan Yangon pada Sabtu, 20 Maret 2021.

Editor: Ignatius Dwiana

Tags

Terkini

Terpopuler