Waduh, Ini Ambisi China untuk Menjadi Nomor Satu di Dunia yang Menuai Berbagai Kritikan

8 Februari 2021, 17:53 WIB
Ilustrasi pegunungan himalaya dan bendungan. /Foto: Pixabay/AshishVermaPhotography/HOErwin56/


SEPUTARTANGSEL.COM - China selalu menjadi perhatian karena memiliki ambisi untuk menguasai wilayah di Asia Pasifik.

Salah satu ambisi yang dimiliki China adalah mengklaim berbagai perairan yang berbatasan dengan wilayah kekuasaannya.

Termasuk perairan di Indonesia yakni Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan Laut China Selatan.

Selain mengklaim wilayah perairan, China juga memiliki ambisi untuk menjadi negara paling ramah lingkungan di dunia.

Baca Juga: Jakarta Dilanda Banjir, Rocky Gerung: Kodok Sedang Berkumpul Rapat Mencari Tagar

Baca Juga: Sebanyak 90 Dokter 60 Tahun Keatas RSCM Mulai Divaksin Covid-19 Hari Ini

Pengembangan energi terbarukan telah dilakukan sebagai bentuk upaya mengejar target nol emisi karbon.

Naifnya, langkah-langkah 'ramah lingkungan' yang diambil oleh negara tirai bambu itu justru memberikan dampak lain terhadap lingkungan.

China berniat membendung sungai suci Tibet yang berhulu di Pegunungan Himalaya. Namun, proyek China ini justru bisa mematikan kehidupan di sepanjang sungai bahkan sampai ke muaranya.

Dikutip dari Al Jazeera, proyek bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Sungai Yarlung Tsangpo di Wilayah Otonomi Tibet diumumkan pada November 2020 silam oleh media pemerintah China.

Baca Juga: Banjir Mulai Menggenangi Jakarta, Masyarakat Diminta Waspada Hingga Beberapa Hari ke Depan

Baca Juga: Peringatan 69 Tahun Ratu Elizabeth Naik Tahta di Tengah Pandemi

Mereka berencana membuat PLTA terbesar di dunia dengan proyeksi produksi listrik mencapai 60 gigawatt. Proyek tersebut akan dikerjakan demi mencapai ambisi karbon netral China pada 2060 mendatang.

Beijing terus menggenjot proyek bendungan Yarlung Tsangpo, sekalipun diprotes keras oleh kelompok pembela HAM dan pengamat lingkungan Tibet.

Pasalnya, Sungai Yarlung Tsangpo punya ikatan yang sangat kuat dengan rakyat Tibet. Di sanalah Kerajaan Tibet Kuno pertama, Yarlung didirikan.

Baca Juga: Kebijakan LEZ Jakarta Berlaku Hari Ini, Cek Rute Pengalihan Arus Lalu Lintas Menuju Kawasan Kota Tua Jakarta

Baca Juga: PPKM Skala Mikro Mulai Diberlakukan 9 Februari 2021, Gunakan Indikator Warna

Menurut Tenzin Dolmey, salah satu orang Tibet yang kini tinggal di Australia, para tetuanya sangat mengagumi kebesaran sungai-sungai dan pegunungan di tanah airnya itu.

"Penghormatan terhadap alam benar-benar mengakar sekali," ujar Dolmey.

"Ketika kami mau berenang di sungai, kami diminta untuk tidak pernah menganggapnya sebagai kamar mandi, karena di dalam airnya ada dewa sungai," tuturnya.

Sungai Yarlung Tsangpo sangat sakral bagi rakyat Tibet karena dianggap merepresentasikan tubuh Dorje Phagmo, salah satu inkarnasi tertinggi dalam budaya Tibet.

Baca Juga: Pemerintah Berlakukan Lagi PPKM Mikro Mulai 9-22 Februari 2021, Begini Aturan dan Penjelasannya

Baca Juga: Selamat, Kesha Ratuliu dan Adhi Permana Resmi Menikah, Intip Sosok Sang Suami yang Menjadi Sorotan

Kepala Lingkungan dan Pembangunan dari Institut Kebijakan Tibet, Tempa Gyaltsen Zamlha mengatakan penghormatan seperti ini sudah berkembang sejak berabad-abad lalu.

Namun, semua berubah setelah Republik Rakyat China (RRC) yang dikendalikan Partai Komunis China (PKC) mengambil alih wilayah Tibet pada 1950.

"Kita tak punya bendungan satu pun sebelum dicaplok China, bukan karena kita tidak bisa membangunnya, tetapi karena kami sangat menghargai sifat alamiah sungai itu sendiri," tuturnya.

Baca Juga: Siap Siaga Bencana Banjir Dinsos Kota Tangerang Siapkan Bantuan Logistik dan Tim Piket Untuk Memantau Wilayah

"China akan melakukan apapun yang menguntungkan pertumbuhan mereka dan ini sangat membuat frustasi karena rakyat Tibet tidak dilibatkan," ujar Zamlha.

Sungai Yarlung Tsangpo merupakan sungai tertinggi di dunia. Hulunya bermuara dari gletser di barat Tibet, sekitar 5.000 meter di atas permukaan laut.

Sungai ini kemudian terjun ke ketinggian 2.700 meter, melalui apa yang disebut sebagai Ngarai Besar Yarlung Tsangpo, dua kali lebih dalam daripada Grand Canyon di Amerika Serikat.

Perubahan ketinggian itulah yang dianggap menguntungkan jika dibuat PLTA, namun proyek bendungan Yarlung Tsangpo bisa memberikan dampak buruk secara politik maupun lingkungan.

Baca Juga: Viral, Banjir Tanggul Tak Mampu Tampung Air di Pilangsari Indramayu, Jawa Barat

Air yang mengairi Yarlung Tsangpo merupakan sumber air bersih bagi 1,8 miliar orang di China, India, dan Bhutan. Sungai ini bermuara di Bangladesh dan dikenal sebagai Brahmaputra.

Jika dibendung, kehidupan di bawahnya akan menderita karena kekurangan air. Hal ini pernah terjadi pada Sungai Mekong yang melintasi lima negara Asia Tenggara, yakni Myanmar, Laos,Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

Dalam kasus Sungai Mekong, China membangun 11 bendungan yang merusak tambak-tambak perikanan di Asia Tenggara karena menyebabkan pendangkalan sungai.

Artikel ini telah tayang di Pikiran Rakyat dengan judul: Ambisi China Jadi Negara Paling Ramah Lingkungan di Dunia Ternyata Ancam Kelestarian Lingkungan Juga

Baca Juga: Cek Banjir Jakarta, Jalan Tergenang Polisi Lakukan Pengalihan Arus Lalu Lintas

Penduduk India, Bhutan, dan Bangladesh bisa mengalami hal yang sama jika China menjalankan ambisinya tanpa memerdulikan negara lain.***(Pikiran Rakyat /Mahbub Ridhoo Maulaa)

Editor: Muhammad Hafid

Tags

Terkini

Terpopuler