Tweet Bela Penindasan Uyghur, Akun Twitter Kedutaan Besar China Ditangguhkan

21 Januari 2021, 15:20 WIB
Beberapa Tweet terakhir akun kedutaan besar China untuk Amerika Serikat @ChineseEmbinUS di tanggal 9 Januari 2021. /Foto: Twitter/@ChineseEmbinUS/

SEPUTARTANGSEL.COM - Twitter telah mengunci akun resmi kedutaan besar China untuk Amerika Serikat setelah sebuah tweet yang membela kebijakan pemerintahan Bejing di daerah Xinjiang barat, yang disebut banyak kritik sebagai tempat dilakukannya proses sterilisasi paksa pada wanita Uyghur.

Tweet yang berisi pernyataan bahwa wanita Uyghur sudah tidak lagi menjadi "mesin pembuat bayi," diposting pada tanggal 7 Januari 2021. Namun Twitter baru bertidak setelah 24 jam kemudian.

Postingan itu diubah dengan label "Tweet ini tidak lagi tersedia." Meskipun Twitter menyembunyikan banyak tweet yang melanggar peraturannya, masih dibutuhkan upaya dari pemilik akun untuk benar-benar menghapus Tweet tersebut, agar bisa mengakses kembali akun yang ditangguhkan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Beri Ucapan Selamat kepada Joe Biden dan Kamala Harris

Baca Juga: Penyebar Hoax Meninggalnya Mayor Inf. Sugeng Riyadi Setelah Vaksinasi Ternyata Napi

Akun tersebut masih dalam keadaan terkunci, kata seorang juru bicara Twitter, yang berarti staf kedutaan besar China masih belum menghapus Tweet itu. Akun @ChineseEmbinUS tidak mengeluarkan satu pun Tweet sejak 8 Januari 2021.

Kedutaan besar China sendiri menolak untuk memberikan komentar. Media negara China menyebut langkah Twitter menghapus Tweet itu sebagai sebuah kemunafikan.

"Kami telah mengambil langkah terhadap Tweet ini karena melanggar kebijakan kami melawan ketidakmanusiaan," kata seorang juru bicara Twitter di sebuah pernyataan.

Dikutip Seputartangsel.com dari Bloomberg 21 Januari 2021, Twitter melarang dehumanisasi sekelompok orang berdasarkan agama, kasta, umur, disabilitas, penyakit parah, negara asal, ras, dan suku.

Baca Juga: Kasus Korupsi Izin Ekspor Benih Lobster Belum Selesai, KPK Periksa Edhy Prabowo Hari Ini

Baca Juga: Sebut FPI Lebih Disukai Daripada NU-Muhammadiyah, PDIP: Pernyataan Pandji Harus Dibantah

Ini adalah satu dari serangkaian langkah yang ditempuh Twitter di beberapa minggu terakhir dalam menegakkan kebijakannya. Penangguhan akun kedutaan besar China dilaksanakan tak lama setelah mereka menangguhkan secara permanen akun Donald Trump karena pelanggaran serupa, karena beresiko merusak upaya memperbaiki hubungan Amerika dan China di bawah Presiden Joe Biden.

Pada hari Selasa 19 Januari 2020 sekretaris negara Amerika Serikat Mike Pompeo mengatakan bahwa perlakuan China terhadap suku minoritas Uyghur adalah Genosida, label yang juga disetujui oleh penerusnya Antony Blinken dalam sidang konfrimasinya minggu ini.

China telah bersikukuh bahwa mereka sedang melawan separatisme dan ekstrimisme di daerah itu, yang menurut Persatuan Bangsa-bangsa terdapat kemungkinan sebanyak kurang lebih 1 juta warga Uyghur ditahan di kamp-kamp konsentrasi.

Baca Juga: Sebut FPI Lebih Disukai Daripada NU-Muhammadiyah, PDIP: Pernyataan Pandji Harus Dibantah

Baca Juga: Polisi Pastikan Tanda SOS di Google Map Oknum Iseng

Keputusan menangguhkan akun tersebut juga menambah kerumitan dalam hubungan antara perusahaan teknologi Amerika Serikat dan China. Platform sosial besar seperti Twitter, Facebook, Google dan Youtube dilarang di China, yang memiliki kontrol internet paling ketat di dunia.

Kedutaan besar China di Amerika Serikat membuat akun Twitternya pada tahun 2019 di tengah panasnya perbincangan perdagangan antara kedua negara. Sementara itu semakin banyak pejabat China mulai menggunakan platform itu untuk secara habis-habisan membela Beijing.

Upaya membela citra negara China di Twitter oleh para pejabat ini dikenal sebagai diplomasi "Wolf Warrior." Para pejabat dan media milik negara China telah menggunakan Twitter untuk menuduh Amerika atas kemunafikannya, terutama setelah terjadinya kerusuhan di gedung Capitol.

Setelah akun kedutaan besar China untuk Sri Lanka ditangguhkan tahun lalu, pemerintah China beragumen bahwa kebebasan berbicara harus dihargai, meskipun Twitter diblokir di China.

Baca Juga: Polisi Jaga SPBU dan Toko di Sulawesi Barat, Antisipasi dan Cegah Penjarahan

Baca Juga: Mau Nikah? Ikut Kursus Dulu di Kursusnikah.com, Bisa Dapat Sertifikat

Desember 2020 lalu perdana menteri Australia Scott Morrison menuntut permintaan maaf setelah juru bicara kementerian luar negeri China Zhao Lijian memposting tweet berisi sebuah foto hoax yang memperlihatkan salah satu tentara Australia memegang pisau berdarah di leher seorang anak Afghanistan.

Media sosial China WeChat kemudian menghapus sebuah postingan Morrison setelah ia mempromosikan Australia sebagai negara yang bebas, demokratis dan liberal kepada masyarakat China.

Di beberapa bulan terakhir, China telah bergerak untuk mengendalikan banyak raksasa perusahaan teknologinya, dengan mengajukan kebijakan antitrust di bulan November 2020 yang dapat memberikan partai Komunis kekuatan besar atas perusahaan-perusahaan besar itu.***

Editor: Ihya R. Azzam

Tags

Terkini

Terpopuler