Diduga Ditipu Investasi Bodong, Nasabah Korban KSPSB Gelar Aksi di Kemenkop

- 26 Oktober 2020, 15:32 WIB
Aksi demo Korban KSPSB saat demo beberapa waktu lalu.
Aksi demo Korban KSPSB saat demo beberapa waktu lalu. /Foto: Dok Aliansi Korban KSPSB/

SEPUTARTANGSEL.COM - Para korban investasi bodong Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama (KSPSB) melakukan aksi damai di depan kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemnkop dan UKM) Senin, 26 Oktober 2020.

Aliansi bermaksud melakukan pemberitahuan ke Kementerian Koperasi dan UKM bahwa KSPSB telah gagal bayar sejak April 2020.

Aliansi merasa keluhan para anggota KSPSB yang telah dirugikan akibat gagal bayar tidak ditanggapi Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) sebagaimana mestinya.

Baca Juga: Turnamen Toulon Dibatalkan, Timnas Indonesia U-19 Kembali ke Tanah Air

Baca Juga: Tagar #SaveKomodo Trending di Twitter, Netizen: Komodo Not for Sale!

Aliansi juga sudah mengirimkan tiga surat keluhan kepada Kemenkop UKM yang hingga saat ini masih belum ada tindak lanjut.

 

"Kami merasa bahwa Kementrian Koperasi tidak melaksanakan Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Banyak sekali kelalaian dalam fungsi Kemenkop sebagai regulator dan pengawas perkoperasian di negara Republik Indonesia. Sudah 3 surat keluhan kami sampaikan berakhir tanpa tindak lanjut," ujar Rahja, Ketua Aliansi Korban KSPSP (Akabe), dalam keterangan tertulisnya yang diterima Seputartangsel.com, Senin 26 Oktober 2020.

Sebelumnya, sejumlah anggota KSB melaporkan pengurus dan direktur KSPSB atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan terkait dugaan investasi bodong ke Polda Jawa Barat, pada 20 Oktober 2020 lalu.

Baca Juga: Terkait UU Cipta Kerja, Cucu Luhut Binsar Pandjaitan Juga Kritik Pemerintah

Baca Juga: Usai Nyatakan Pensiun, Ini Karier Khabib Nurmagomedov Selanjutnya

Rahja menjelaskan, kuasa hukum para korban membuat laporan ini sehubungan dengan adanya produk Simpanan Berjangka Sejahtera Prima yang diterbitkan oleh KSPSB dengan iming-iming bunga tinggi.

Karena itu, ada korban yang menyetorkan dana hingga mencapai total Rp 8,4 miliar ke rekening milik KSPSB yang ditindak lanjuti dengan penerbitan sertifikat Simpanan Berjangka Sejahtera Prima.

Dalam sertifikat itu tercantum nilai nominal, bunga, lengkap dengan klausul perihal jatuh tempo.

Baca Juga: Dua Hari Berturut-turut Pecah Rekor Kasus Baru Positif Covid-19 di Kota Tangsel

Baca Juga: Mulai Hari Ini, Polda Metro Jaya Tiadakan Aturan Ganjil Genap di Jakarta Selama PSBB Transisi

Akan tetapi,dalam kenyataan ternyata pembayaran imbal hasil tersebut tidak sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

Selain itu, kuasa hukum para korban banyak yang telah melayangkan peringatan melalui Somasi kepada pihak KSPSB, namun tidak pernah mendapat tanggapan.

"Kasus KSPSB telah melalui proses hukum, di pengadilan tinggi Jakarta Pusat yang memutuskan terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).Proposal Perdamaian Merugikan Anggota Koperasi," ungkap Rahja.

Baca Juga: Perpanjang PSBB Transisi di DKI Jakarta, Anies Baswedan: Sewaktu-waktu Rem Darurat Bisa Ditarik

Baca Juga: Harga Emas di Pegadaian Hari Ini, Senin 26 Oktober 2020 Terpantau Stagnan

Ia menjelaskan, pa 20 Oktober lalu, proses PKPU tetap disahkan, namun kasus ini mencuat kembali karena para anggota koperasi yang merasa dirugikan sebagai korban investasi bodong merasa tidak puas dengan revisi-revisi proposal Skema Perdamaian dimana terdapat Tata Cara Pencicilan Hutang kepada Kreditur/Anggota) dengan beberapa alasan.

"Tidak ada laporan keuangan resmi yang dipublikasikan di media mainstream sebagai acuan," ujarnya.

Kemudian, kata dia, tidak ada laporan daftar aset koperasi, tidak ada daftar tagihan seluruh kreditur. Selanjutnya, tidak ada laporan cashflow dan saldo kas. Tidak ada laporan rekening bank. Tidak ada jaminan aset atas skema pembayaran cicilan tersebut.

Baca Juga: Ada Pasal UU Cipta Kerja Dihapus Istana, Ini Kata Fadli Zon

Baca Juga: Dicaci Netizen Karena Bermulut Kasar, Ade Londok Cuek dan Malah Pamer Ini

Menurutnya, Aliansi Korban juga berpendapat ada kesimpangsiuran data antara Tim Pengurus PKPU dan Data KSPSB.

"Seperti jumlah anggota sebanyak 52.000 orang (versi Tim-PKPU) sedangkan menurut versi KSPSB jumlah anggota sebanyak 180.000 orang," ungkapnya.

Selain itu, daftar tagihan ada 2 versi yaitu sebesar Rp 3 triliun pada saat laporan Rapat Anggota Tahunan 2019, namun membengkak menjadi Rp 7 triliun setelah PKPU sementara dipublikasikan pada 5 Oktober 2020.

Dia menambahkan, ketidakpuasan Aliansi korban KSPSB terhadap Kemenkop sebagai regulator, antara lain pengawasan yang buruk yang seharusnya merupakan tugas dari Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah - Kemenkop UKM.

Baca Juga: Rizky Febian Dilema Antara Kuliah dan Karier Sebagai Penyanyi

Baca Juga: Update Corona Indonesia 25 Oktober: Tambah 3.732, Rabu Atau Kamis Tembus 400.000 Kasus

Sementara itu,tidak pernah dipublikasikan laporan keuangan banyaknya Koperasi di Indonesia yang telah melalui tahap Audit Publik.

Bahkan, penempatan investasi beresiko tinggi (seperti saham RIMO dan REPO) tanpa persetujuan anggota. Hal ini terjadi pada kasus internal KSPSB.

Ia menyesalkan sikap Kemenkop yanng mudahnya memberikan penghargaan-penghargaan kepada Koperasi terindikasi bermasalah, pada umumnya, termasuk KSPSB.

"Hal ini menyebabkan daya tarik dan banyak calon anggota yang tertipu/terbuai menyimpankan dananya ke dalam institusi-institusi bermasalah tersebut. Ironisnya, penghargaan terakhir diberikan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi Jawa Barat pada tanggal 10 Juni 2020 kepada KSPSB padahal sudah mengalami gagal bayar sejak bulan April 2020," paparnya. ***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x