Diskon PPnBM, yang Untung Cuma Kelas Menengah Atas, Pemerintah dan Lingkungan Hidup Rugi

5 April 2021, 09:18 WIB
Ilustrasi: suasana pameran mobil baru di BCA Expoversary di ICE BSD, Tangerang, Banten /Seputar Tangsel/Sugih Hartanto

SEPUTARTANGSEL.COM - Pemerintah memperluas diskon PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) mobil baru di awal April 2021.

Semula, diskon PPnBM diberikan hanya untuk pembelian mobil penumpang yang memiliki mesin 1.500 cc, kini diperluas sampai mobil yang memiliki mesin hingga 2.500 cc.

Alih-alih menguntungkan perekonomian, ternyata kebijakan diskon PPnBM ini justru merugikan keuangan negara dan berdampak buruk pada lingkungan hidup.

Baca Juga: Beredar Seruan Aksi HMI, Ferdinand Hutahaean: Belum Ada Info Akurat, Kalau Benar Saya Ingin Ikut Hadir

Baca Juga: Pascalibur Paskah, 74 Ribu Kendaraan Kembali ke Jakarta, Mudik Lebaran Tetap Dilarang

Demikian diungkapkan oleh Muhamad Rifki Fadilah, Peneliti Bidang Ekonomi, The Indonesian Institute, sebagaimana dikutip SeputarTangsel.Com dari The Conversation, Selasa 30 Maret 2021.

Menurut Muhamad Rifki Fadilah, diskon PPnBM ini berpotensi merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah.

"Tidak sampai di situ, dampak kebijakan ini juga akan membawa konsekuensi yang tidak baik khususnya terhadap lingkungan," ungkapnya.

Baca Juga: Liburan Paskah, Bagaimana Arus Balik ke Jakarta?

Baca Juga: Ramadhan Sebentar Lagi, Ini Persiapan Yang Diajarkan Rasulullah

Sebagaimana diberitakan, diskon PPnBM ini diberikan oleh Kementerian Keuangan untuk mendorong kegiatan ekonomi dan menggairahkan kembali sektor manufaktur otomotif.

Alasan pemerintah memberikan diskon PPnBM mobil baru terutama untuk membangkitkan kembali industri otomotif yang terpukul akibat pandemi COVID-19.

Selama pandemi, penjualan mobil turun 48,8% ke 578,327 unit dibandingkan 1,04 juta unit pada tahun sebelumnya.

Baca Juga: Waspada, Cuaca Ekstrem akan Terjadi di Beberapa Wilayah Indonesia

Namun, angka kerugian pemerintah akibat diskon PPnBM ini, jelas Rifki tak main-main, mencapai Rp 2,3 triliun.

"Pada tahun 2019, PPnBM dari mobil menyumbang Rp 10 triliun untuk penerimaan pemerintah. Tentu saja angka ini bukanlah angka yang sedikit terlebih di tengah situasi krisis yang membutuhkan penerimaan bagi anggaran negara yang lebih banyak guna membiayai ongkos pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini," tuturnya.

Tidak sampai di situ, tambahnya, dampak kebijakan ini juga akan membawa konsekuensi yang tidak baik khususnya terhadap lingkungan.

Baca Juga: Cek Kode Redeem Free Fire FF Hari Ini Senin 5 April 2021, Banyak Hadiah Menarik Jangan Sampai Ketinggalan

"Penurunan harga berpotensi akan meningkatkan permintaan terhadap mobil dan ini akan mengakibatkan meningkatnya kemacetan dan kadar polusi udara," tuturnya.

Rifki menjelaskan, dengan logika berpikir bahwa ketika harga diturunkan, maka akan meningkatkan permintaan terhadap mobil, hal ini akan berdampak terhadap kenaikan jumlah kendaraan di Indonesia.

Selanjutnya, ini berpotensi membawa dampak negatif bagi lingkungan, seperti kemacetan dan polusi udara.

Baca Juga: Apple iPhone 12 Pro Max Vs Samsung Galaxy S21 Ultra 5G, Spesifikasi dan Harga Terbaru, IOS atau Android ?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah kendaraan bermotor jenis mobil penumpang mencapai 15,5 juta unit di seluruh Indonesia pada tahun 2019.

Dengan penjualan mobil baru yang bisa mencapai 1 juta unit per tahunnya seperti pada tahun 2019, jumlah mobil di pasaran diproyeksikan akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan di masa mendatang.

Sementara itu, Rifki juga menyebut kebijakan diskon PPnBM ini hanya menguntungkan kelas menengah atas.

Baca Juga: Xiaomi Redmi Note 10 Pro Vs Realme 8 Pro, Spesifikasi dan Harga Terbaru

"Bentuk insentif ini hanya menyasar pada konsumen kelas menengah ke atas, yaitu mereka yang mampu membeli mobil dengan mesin 1.500 cc dan 2.500 cc, atau yang memiliki harga di atas Rp200 juta," ujarnya.

Padahal, lanjutnya, perlu diingat bahwa krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 ini memukul semua kelompok pendapatan.

Pekerja tetap terkena dampak yang relatif paling kecil, tetapi pekerja informal dan wiraswasta mengalami penurunan pendapatan yang lebih tajam, masing-masing turun menjadi 60% dan 80% dari kondisi normal.

Baca Juga: Jadwal Acara TV Hari Ini Senin 5 April 2021, Lengkap mulai, ANTV, Trans7, GTV, TransTV, MNC, SCTV hingga RCTI

Karena itu, jelas Rifki, pemerintah harus berpikir ulang, mencegah dampak negatif kebijakan ini.

"Jangan sampai pemerintah salah langkah memberikan insentif fiskal alih-alih mendorong perekonomian justru hanya memberikan efek yang tidak signifikan bagi perekonomian dan malah membawa dampak sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat Indonesia berupa masalah ketimpangan," tandasnya.***

Editor: Sugih Hartanto

Sumber: The Conversation

Tags

Terkini

Terpopuler