Peringati Sumpah Pemuda, Berikut Quotes Soekarno dan Puisi WS Rendra

- 28 Oktober 2020, 10:33 WIB
Mahasiswa mengunjungi Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta, Selasa 27 Oktober 2020.
Mahasiswa mengunjungi Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta, Selasa 27 Oktober 2020. /Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj./

SEPUTARTANGSEL.COM – Sumpah Pemuda diperingati hari ini, Rabu 28 Oktober 2020 oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

Sumpah Pemuda selalu diperingati setiap tanggal 28 Oktober untuk mengenang dan mengambil pelajaran dari para pemuda Indonesia di masa lalu yang berjuang meraih kemerdekaan.

Ada quotes dan puisi dari para tokoh di Indonesia yang mendongkrak semangat anak muda.

Baca Juga: Teks Sumpah Pemuda yang Tercantum dalam Poetoesan Congres Pemoeda 28 Oktober 1928

Baca Juga: Ini Daftar 10 Tokoh Pejuang yang Berperan dalam Lahirnya Sumpah Pemuda

Berikut Quotes Sumpah Pemuda singkat dari Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno:

1. Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.

2. Ikrarkanlah ikrar sumpah pemuda dengan hati dan anggota badan yang akan menjadi bukti dan raihlah kemerdekaan Indonesia yang sejati.

3. Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.

4. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.

5. Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.

Baca Juga: Teks Sumpah Pemuda yang Dihasilkan Kongres Pemuda II 27-28 Oktober 1928

Baca Juga: Hari Sumpah Pemuda, Ini Keputusan Lengkap Kongres Pemoeda II, 27-28 Oktober 1928

Berikut Dua Puisi karya WS Rendra:

Sajak Anak Muda

Kita adalah angkatan gagap

yang diperanakkan oleh angkatan takabur.

Kita kurang pendidikan resmi

di dalam hal keadilan,

karena tidak diajarkan berpolitik,

dan tidak diajar dasar ilmu hukum.

 

Kita melihat kabur pribadi orang,

karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.

Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,

karena tidak diajar filsafat atau logika.

 

Apakah kita tidak dimaksud

untuk mengerti itu semua?

Apakah kita hanya dipersiapkan

untuk menjadi alat saja?

 

Inilah gambaran rata-rata

pemuda tamatan SLA,

pemuda menjelang dewasa.

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.

 

Bukan pertukaran pikiran.

Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,

dan bukan ilmu latihan menguraikan.

Dasar keadilan di dalam pergaulan.

 

serta pengetahuan akan kelakuan manusia,

sebagai kelompok atau sebagai pribadi,

tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.

 

Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,

tidak bisa kita hubung-hubungkan.

Kita marah pada diri sendiri.

Kita sebal terhadap masa depan.

 

Lalu akhirnya,

menikmati masa bodoh dan santai.

Di dalam kegagapan,

kita hanya bisa membeli dan memakai,

tanpa bisa mencipta.

Kita tidak bisa memimpin,

tetapi hanya bisa berkuasa,

persis seperti bapak-bapak kita.

 

Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.

Di sana anak-anak memang disiapkan

untuk menjadi alat dari industri.

Dan industri mereka berjalan tanpa henti.

Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa?

Kita hanya menjadi alat birokrasi!

 

Dan birokrasi menjadi berlebihan

tanpa kegunaan -

menjadi benalu di dahan.

 

Gelap. Pandanganku gelap.

Pendidikan tidak memberikan pencerahan.

Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan.

 

Gelap. Keluh kesahku gelap.

Orang yang hidup di dalam pengagnguran.

Apakah yang terjadi di sekitarku ini?

Karena tidak bisa kita tafsirkan,

lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.

 

Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini?

Apakah ini? Apakah ini?

Ah, di dalam kemabukan,

wajah berdarah

akan terlihat sebagai bulan.

Mengapa harus kita terima hidup begini?

 

Seseorang berhak diberi ijasah dokter,

dianggap sebagai orang terpelajar,

tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.

Dan bila ada tirani merajalela,

ia diam tidak bicara,

kerjanya cuma menyuntik saja.

 

Bagaimana? Apakah kita akan terus diam saja?

Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum

dianggap sebagai bendera-bendera upacara,

sementar hukum dikhianati berulang kali.

 

Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi

dianggap bunga plastik,

sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.

Kita berada di dalam pusaran tata warna

yang ajaib dan tak terbaca.

 

Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.

Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.

Dan bila luput,

kita memukul dan mencakar

ke arah udara.

 

Kita adalah angkatan gagap.

Yang diperanakkan oleh angkatan kurang ajar.

Daya hidup telah diganti oleh nafsu.

Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.

Kita adalah angkatan yang berbahaya.

 

Baca Juga: POPULER HARI INI: Elektabilitas Prabowo di 2024 Hingga Jaket 'Sindikat Banteng' Jokowi

Baca Juga: Wow, Tinjau Lokasi Food Estate, Presiden Jokowi Kenakan Jaket 'Sindikat Banteng'

Aku Tulis Pamplet Ini

Aku tulis pamplet ini

karena lembaga pendapat umum

ditutupi jaring labah-labah

Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,

dan ungkapan diri ditekan

menjadi peng – iya – an

Apa yang terpegang hari ini

bisa luput besok pagi

Ketidakpastian merajalela.

 

Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki

menjadi marabahaya

menjadi isi kebon binatang

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,

maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam

Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.

 

Tidak mengandung perdebatan

Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

Aku tulis pamplet ini

karena pamplet bukan tabu bagi penyair

Aku inginkan merpati pos.

 

Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku

Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tidak melihat alasan

kenapa harus diam tertekan dan termangu.

 

Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.

Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?

Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.

Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

 

Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.

Rembulan memberi mimpi pada dendam.

Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah

yang teronggok bagai sampah

Kegamangan. Kecurigaan.

Ketakutan.

Kelesuan.

 

Aku tulis pamplet ini

karena kawan dan lawan adalah saudara

Di dalam alam masih ada cahaya.

Matahari yang tenggelam diganti rembulan.

Lalu besok pagi pasti terbit kembali.

 

Dan di dalam air lumpur kehidupan,

aku melihat bagai terkaca :

ternyata kita, toh, manusia !

***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x