SEPUTARTANGSEL.COM - Direktur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji menanggapi kabar, harga BBM di SPBU Vivo yang dinilai lebih murah.
Menurutnya, harga BBM di SPBU Vivo lebih murah, karena pihak perusahaan, yakni PT Vivo Energy Indonesia ingin menghabiskan stok bahan bakar jenis Ron-89. Hal tersebut rencananya dilakukan sampai dua bulan ke depan.
Namun, dengan kenaikan harga BBM jenis Pertalite, Vivo dikabarkan akan ikut menyesuaikan harganya dengan PT Pertamina.
Baca Juga: Presiden Jokowi Naikkan Harga BBM, Fadli Zon: Resep Ekonomi Neoliberal
Dirjen ESDM mengnformasikan, Pemerintah sudah ada komunikasi dengan pihak perusahaan.
Peneliti dari Political Economic and Policy Study (PEPS), Anthony Budiawan menanggapi penyesuaian harga yang disebut Dirjen ESDM akan dilakukan oleh Vivo.
Menurut Anthony Budiawan, langkah penyesuaian yang diminta Pemerintah akan merugikan rakyat. Perusahaan akan mendapat lebih banyak keuntungan.
"Perintahkan Vivo naikkan harga merupakan kebijakan tidak masuk akal, merugikan keuangan rakyat untuk memberi keuntungan kepada Vivo," kata Athony Budiawan sebagaimana dikutip SeputarTangsel.Com dari akun Twitter @Anthony Budiawan, Minggu 4 September 2022.
Bahkan, Anthony Budiawan mempertanyakan keuntungan yang nantinya akan diperoleh Vivo, siapa yang akan mendapatkannya.
"Transfer yang rakyat kepada pengusaha SPBU. Kenapa? Siapa diuntungkan kalau Vivo untung? Apakah ada KKN? KPK masih ada?" tanyanya.
Dalam cuitan selanjutnya Anthony menyebut, perintah Dirjen ESDM agar menyesuaikan harga yang diartikan sebagai ikut menaikkan akan sangat berbahaya. Hal tersebut bisa melanggar UU antimonopoli.
"Perintah menaikkan harga BBM kepada Vivo sangat berbahaya, bisa melanggar UU Antimonopoli," jelas Anthony.
Baca Juga: Presiden PKS ke Jokowi: Kenaikan Harga BBM dan Energi Tingkatkan Jumlah Orang Miskin
Lebih lanjut Anthony menerangkan UU Antimonopoli yang bisa dilanggar, seperti larangan praktek monopoli, persaingan tidak sehat, kolaborasi menentukan harga tertentu, hingga price fixing.
"Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, antara lain praktek kolaborasi menentukan harga tertentu, atau price fixing?" pungkas Anthony.
"Hukumannya adalah pidana?" tanyanya di akhir cuitan.
Seperti diketahui, Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi per Sabtu 3 September 2022. Pertalite saat ini dijual dengan harga Rp10.000, Solar Rp6.800, dan Pertamax Rp14.500 per liter.
Baca Juga: Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Buka Sayembara Berhadiah Jutaan, Ini Syaratnya
Sementara itu, harga BBM di SPBU Vivo di saat yang sama dinilai lebih murah atau berbeda sedikit. Padahal mereka menjual tanpa subsidi.
Dikutip SeputarTangsel.Com dari Pikiran Rakyat, Pertalite yang termasuk BBM dengan Oktan 90 dan Revvo-89 termasuk jenis premium kualitas menengah. Revvo dijual dengan harga Rp8.900.
Di sisi lain Pertamax dan Revvo 92 yang merupakan kualitas premium dijual dengan selisih harga Rp900. Revvo 92 mempunyai harga lebih mahal. ***