Abdul Muhari mengungkapkan, ada 7 provinsi yang menjadi 'titik panas' atau paling banyak menyumbang angka kejadian bencana hidrometeorologi.
Ketujuh provinsi itu adalah Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Sesar Baribis Potensi Gempa di Jakarta dan Sekitarnya, BMKG: Terbukti Aktif
Menurut Abdul, jika di daerah-daerah tersebut dapat ditekan kejadian bencananya sebesar 50 persen saja, dapat mengurangi angka bencana nasional sebesar 15-25 persen.
"Sangat dominan efek dari tujuh provinsi ini terhadap pengurangan kejadian bencana dan risikonya di Indonesia," ungkapnya.
Abdul mengatakan dalam lima tahun terakhir, tahun 2020 dan 2021 kejadian bencana terhitung paling banyak, karena adanya fenomena La Nina.
Baca Juga: Bukan Gelombang Panas, BMKG Jelaskan Penyebab Suhu Tinggi di Indonesia Hingga Pertengahan Mei 2022
Fenomena La Nina, jelasnya, membawa peningkatan frekuensi kejadian hujan, baik itu curah hujannya, maupun seberapa sering hujan terjadi di wilayah Indonesia.
Hal itu menyebabkan banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem naik sangat signifikan.
Namun, pada 2022, seiring berkurangnya pengaruh La Nina, pada Februari dan Maret ada penurunan intensitas dan curah hujan.