Sri Mulyani Tak Khawatir Kurs Rupiah Dekati Rp15 Ribu per Dolar AS, Fadli Zon Singgung Krisis Ekonomi 1998

- 6 Juli 2022, 11:23 WIB
Fadli Zon menyindir Menkeu Sri Mulyani yang mengaku tak khawatir nilai tukar (kurs) rupiah mendekati Rp15 ribu per dolar AS.
Fadli Zon menyindir Menkeu Sri Mulyani yang mengaku tak khawatir nilai tukar (kurs) rupiah mendekati Rp15 ribu per dolar AS. /Foto: Instagram @fadlizon/

SEPUTARTANGSEL.COM - Nilai tukar (kurs) rupiah semakin melemah mendekati level psikologis Rp15 ribu per dolar AS pada awal Juli 2022.

Melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS dikarenakan adanya tekanan global mulai dari ancaman lonjakan inflasi hingga krisis keuangan.

Kendati kurs rupiah mendekati Rp15 ribu per dolar AS, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku tidak khawatir saat ditanya di Gedung DPR RI pada Selasa, 5 Juli 2022.

Baca Juga: Sri Mulyani Prediksi Pertamina Bisa Rugi Rp190,8 Triliun, Ahok Disebut Bikin Rekor Tekor

Pasalnya, Sri Mulyani mengungkapkan perekonomian Indonesia masih cukup secara fundamental.

Pernyataan Sri Mulyani yang mengaku tidak khawatir dengan melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS turut ditanggapi oleh Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon.

Fadli Zon menilai pernyataan Sri Mulyani tersebut sebagai argumentasi yang klasik seperti saat menjelang krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997-1998.

Hal itu diungkapkan Fadli Zon melalui cuitan di akun Twitter @fadlizon pada Rabu, 6 Juli 2022.

Baca Juga: Vaksin Booster Bakal Jadi Syarat Perjalanan dan Masuk Mal, Fadli Zon: Kenapa Mempersulit Mobilitas Rakyat?

"Argumentasi klasik seperti jelang krisis ekonomi 1997-1998, tak perlu khawatir krn fundamental ekonomi Indonesia kuat," kata Fadli Zon.

Politisi Partai Gerindra itu mengungkapkan saat itu justru rupiah mengalami depresiasi dari 1 dolar AS senilai Rp2.200 menjadi Rp16 ribu per dolar AS.

Dia menambahkan setelahnya terjadi krisis moneter, krisis ekonomi, sosial hingga politik.

"Akhirnya depresiasi rupiah dari 1 USD = Rp. 2200 menjadi Rp. 16.000. Krisis moneter lalu krisis ekonomi, sosial n politik," ungkapnya.***

Editor: Asep Saripudin


Tags

Terkait

Terkini

x