SEPUTARTANGSEL.COM - Ustadz Felix Siauw mengaku kembali masuk ke dalam daftar penceramah radikal dan dilarang untuk diundang.
Bahkan, nama Ustadz Felix Siauw bertengger di urutan kedua setelah M. Ismail Yusanto, yakni penceramah yang pernah menjadi juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Selain Ustadz Felix Siauw, nama Ustadz Abdul Somad atau UAS juga masuk ke dalam daftar penceramah radikal dan berada di urutan kelima.
Baca Juga: Ustadz Abdul Somad Berduka, Ternyata Sosok Ini Meninggal Dunia
"Beredar viral 180-an nama penceramah radikal dan disarankan nggak boleh diundang dan didengar. Tahun 2017, saya jadi tokoh radikal no. 2 setelah HaErEs, sekarang jadi no. 2 lagi
Kapan aku bisa jadi namber wan ya?
Tapi alhamdulilah, bisa bertahan di list sedjak 2017," kata Ustadz Felix Siaw melalui akun Instagram @feli.siauw pada Sabtu, 5 Maret 2022.
Menanggapi hal ini, Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Prof. Musni Umar mengaku heran dengan masuknya nama Ustadz Abdul Somad sebagai penceramah radikal.
Menurut Musni Umar, Ustadz Abdul Somad tak pernah menjelek-jelekkan pemerintah.
Baca Juga: Ustadz Abdul Somad Khitan Putranya Meski Baru Berumur 8 Hari: 80 Persen Bayi Alami Phimosi
Bahkan, Ustadz Abdul Somad dinilainya hanya bicara kebenaran sesuai dengan ajaran Islam.
"UAS tidak pernah menjelekkan pemerintah. Beliau hanya bicara kebenaran sesuai Alqur'an, Hadis Nabi dan pendapat ulama muktabar," kata Musni Umar, dikutip SeputarTangsel.Com dari akun Twitter @musniumar pada Minggu, 6 Maret 2022.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merilis lima indikator penceramah radikal.
Di antaranya yaitu mengajarkan anti-Pancasila dan pro-ideologi khalifah, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham dan agama, serta menanamkan kebencian terhadap pemerintah maupun negara dengan propaganda, fitnah, adu domba, hoaks, dan sebagainya.
Kemudian, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman.
Terakhir, memiliki sikap antibudaya atau menentang kearifan budaya lokal.***