Wajib Tahu, Ini Sejarah Hari Bela Negara yang Bermula dari Perjanjian Renville dan Agresi Militer Belanda II

- 17 Desember 2021, 21:05 WIB
Hari Bela Negara 19 Desember 2021 bermula dari Perjanjian Renville dan Agresi MIliter Belanda II
Hari Bela Negara 19 Desember 2021 bermula dari Perjanjian Renville dan Agresi MIliter Belanda II /Foto: Pemprov Kalbar/

SEPUTARTANGSEL.COM - Hari Bela Negara (HBN) jatuh setiap tanggal 19 Desember. 

Hari Bela Negara ini pertama kali ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2006. 

Ada apa dengan tanggal 19 Desember hingga diperingati sebagai Hari Bela Negara? Berikut ini penjelasannya dirangkum SeputarTangsel.Com dari berbagai sumber.

Baca Juga: Menteri Pertahanan Prabowo Dorong Setiap Anak Bangsa Bela Negara

Perjanjian Renville dan Agresi Militer Belanda

Belanda masih terus berusaha kembali menjajah Indonesia yang telah merdeka 17 Agustus 1945. 

Akhirnya, Indonesia berunding dengan Belanda dan melakukan kesepakatan yang disebut Perjanjian Linggarjati. Perjanjian ini menjadi awal terbentuknya Republik Indonesia Serikat.

Namun, kesepakatan pertama tidak berhasil dengan baik. Masing-masing pihak menuduh saling melanggar perjanjian. Akhirnya kontak senjata tidak dapat dielakkan hingga ada yang disebut Agresi Militer Belanda 1.

Setelah Agresi Militer 1, perjanjian baru disepakati di atas Kapal Renville, armada laut Milik Amerika Serikat di Teluk Jakarta. Perundingan yang menghasilkan kesepakatan, 17 Januari 1948 itu dinamakan Perjanjian Renville.

Baca Juga: Sejarah Sumpah Pemuda yang Harus Kamu Tahu, Yuk Simak Lengkapnya 

Perjanjian Renville sesungguhnya makin mempersempit wilayah Indonesia. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagiannya. 

Tidak berhenti, Belanda masih terus memperluas kekuasaannya dan kembali memicu perlawanan para pejuang Indonesia. 

Belum satu tahun Perjanjian Renville, terjadi Agresi Militer Belanda II. Hal ini tepatnya terjadi 19 Desember 1948. Bahkan Belanda langsung menyerang Yogyakarta sebagai ibu kota negara RI.

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta pun ditangkap. Begitu pula beberapa menteri, seperti Sutan Syahrir, Mohammad Roem, Agus Salim, dan A.G. Pringgodigdo. Belanda berharap penangkapan mengakhir pemerintahan Indonesia.

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Kementerian Agama, Ini Peran Penting Tokoh Muhammadiyah, Dikutip dari Website Kemenag

Namun, perkiraan Belanda salah. Menteri Kemakmuran yang berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Sjafrudin Prawiranegara mendapat mandat dari Presiden untuk memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDI).

PDRI mengumumkan kepada dunia internasional, Indonesia masih ada. Sementara itu, di Yogyakarta TNI melakukan perlawanan. Mereka berhasil menduduki ibu kota selama 6 jam. Perjuangan ini dikemudian hari dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949.

Secara diplomasi, para pejuang juga melakukan perlawanan. Palar, Sujatmoko, Sumitro, dan Sudarpo berhasil meyakinkan dunia, Agresi Militer Belanda II merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Renville. 

Baca Juga: Fadli Zon Pamer 4 Patung Pahlawan, Netizen: Kita Sudah Terlalu Lama Dibodohi Sejarah

Ini membawa Indonesia ke kesepakatan baru yang di kemudian hari dinamai Konferensi Meja Bundar.

Dari peristiwa Agresi Militer Belanda dan perjuangan seluruh elemen bangsa mempertahankan Indonesia, akhirnya 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Bela Negara. Sejarah yang harus diketahui oleh semua bangsa, khususnya generasi muda, agar selalu siap melakukan hal yang sama untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). ***

Editor: Taufik Hidayat


Tags

Terkait

Terkini