Sejarah Berdirinya Kementerian Agama, Ini Peran Penting Tokoh Muhammadiyah, Dikutip dari Website Kemenag

- 26 Oktober 2021, 17:20 WIB
Publik gaduh akibat klaim Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa Kemenag adalah hadiah negara untuk Nahdlatul Ulama (NU). Yaqut berdalih hal itu disampaikannya di forum internal. Untuk diketahui, Yaqut menyampaikan itu di dalam Webinar Internasional yang tayang di TVNU.
Publik gaduh akibat klaim Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa Kemenag adalah hadiah negara untuk Nahdlatul Ulama (NU). Yaqut berdalih hal itu disampaikannya di forum internal. Untuk diketahui, Yaqut menyampaikan itu di dalam Webinar Internasional yang tayang di TVNU. /Foto: Tangkap layar TVNU/

SEPUTARTANGSEL.COM - Siapa yang paling berjasa dalam proses berdirinya Kementerian Agama (Kemenag)? Tidak mudah menjawabnya.

Sebab, sejarah mencatat berdirinya Kemenag tidak luput dari peran penting banyak pihak.

Laman resmi Kemenag di www.kemenag.go.id mengungkapkan, salah satu yang berperan adalah ormas Muhammadiyah melalui salah seorang tokohnya, KH Abu Dardiri.

Baca Juga: Zulkifli Hasan Tanggapi Pernyataan Gus Yaqut: Bahaya, Bisa Munculkan Tafsir Sejarah yang Keliru

Dalam website resmi Kementerian Agama diungkapkan bahwa KH Abu Dardiri adalah salah seorang yang mengusulkan berdirinya Kementerian Agama bersama KHM Saleh Suaidy, dan M Sukoso Wirjosaputro.

Sebelumnya, usulan pendirian Kementerian Agama pertama kali disampaikan oleh Mr. Muhammad Yamin dalam Rapat Besar Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada tanggal 11 Juli 1945.

Akan tetapi, usulan tersebut tidak disepakati oleh anggota PPKI. Salah satu anggota PPKI yang menolak pembentukan Kementerian Agama adalah Mr. Johannes Latuharhary.

Baca Juga: Klaim Yaqut, Kemenag Hadiah untuk NU, Pendiri Pusat Dakwah Islam: Penyelenggara Negara Kok Tuna Sejarah

Keputusan untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam kabinet Indonesia yang pertama, menurut BJ Boland, telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara, yaitu Pancasila, dan bukannya Islam atau Piagam Jakarta.

Usulan pembentukan Kementerian Agama kembali muncul pada sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diselenggarakan pada tanggal 25-27 November 1945.

Dalam sidang pleno KNIP tersebut, usulan pembentukan Kementerian Agama disampaikan oleh utusan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Banyumas, yaitu KH Abu Dardiri, KHM Saleh Suaidy, dan M Sukoso Wirjosaputro.

Untuk diketahui, KH Abu Dardiri merupakan Ketua Muhammadiyah cabang Purbalingga pada tahun 1920.

Baca Juga: Ketua MUI Kritik Pernyataan Menag Yaqut: Meski untuk Internal Tetap Tak Benar dan Tak Elok

Secara aklamasi, sidang KNIP menerima dan menyetujui usulan pembentukan Kementerian Agama.

Haji Mohammad Rasjidi kemudian diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama.

HM Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah.

Berikut sejarah berdirinya Kementerian Agama yang dikutip SeputarTangsel.Com dari halaman www.kemenag.go.id :

Kementerian Agama adalah kementerian yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan dalam bidang agama.

Usulan pembentukan Kementerian Agama pertama kali disampaikan oleh Mr. Muhammad Yamin dalam Rapat Besar (Sidang) Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), tanggal 11 Juli 1945.

Baca Juga: Menag Yaqut Klarifikasi Pernyataan Kemenag Hadiah Negara untuk NU, Cipta Panca Laksana: Ngelesnya Kalah Bajaj

Dalam rapat tersebut Mr. Muhammad Yamin mengusulkan perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang berhubungan dengan agama.

Menurut Yamin, "Tidak cukuplah jaminan kepada agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam sendiri. Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendirian Islam, wakaf dan masjid dan penyiaran harus diurus oleh kementerian yang istimewa, yaitu yang kita namai Kementerian Agama”.

Namun demikian, realitas politik menjelang dan masa awal kemerdekaan menunjukkan bahwa pembentukan Kementerian Agama memerlukan perjuangan tersendiri.

Pada waktu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melangsungkan sidang hari Ahad, 19 Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan Kementerian/Departemen, usulan tentang Kementerian Agama tidak disepakati oleh anggota PPKI.

Salah satu anggota PPKI yang menolak pembentukan Kementerian Agama ialah Mr. Johannes Latuharhary.

Baca Juga: Yaqut Klarifikasi Klaim Kemenag Hadiah untuk NU, KH Cholil Nafis: Tak Mengakui Kesalahan Itu Berat

Keputusan untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam kabinet Indonesia yang pertama, menurut B.J. Boland, telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara, yaitu Pancasila, dan bukannya Islam atau Piagam Jakarta.

Diungkapkan oleh KHA Wahid Hasjim sebagaimana dimuat dalam buku Sedjarah Hidup KHA Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar (Kementerian Agama, 1957: 856), "Pada waktu itu orang berpegang pada teori bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Pikiran orang pada waktu itu, di dalam susunan pemerintahan tidak usah diadakan kementerian tersendiri yang mengurusi soal-soal agama. Begitu di dalam teorinya. Tetapi di dalam prakteknya berlainan."

Lebih lanjut Wahid Hasjim menulis, "Setelah berjalan dari Agustus hingga November tahun itu juga, terasa sekali bahwa soal-soal agama yang di dalam prakteknya bercampur dengan soal-soal lain di dalam beberapa tangan (departemen) tidak dapat dibiarkan begitu saja. Dan terasa perlu sekali berpusatnya soal-soal keagamaan itu di dalam satu tangan (departemen) agar soal-soal demikian itu dapat dipisahkan (dibedakan) dari soal-soal lainnya. Oleh karena itu, maka pada pembentukan Kabinet Parlementer yang pertama, diadakan Kementerian Agama. Model Kementerian Agama ini pada hakikatnya adalah jalan tengah antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan agama dan negara."

Baca Juga: Gus Yaqut Klarifikasi Pernyataan Kemenag Hadiah untuk NU: Itu Saya Sampaikan di Forum Internal

Usulan pembentukan Kementerian Agama kembali muncul pada sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diselenggarakan pada tanggal 25-27 November 1945.

Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) merupakan Parlemen Indonesia periode 1945-1950, sidang pleno dihadiri 224 orang anggota, di antaranya 50 orang dari luar Jawa (utusan Komite Nasional Daerah).

Sidang dipimpin oleh Ketua KNIP Sutan Sjahrir dengan agenda membicarakan laporan Badan Pekerja (BP) KNIP, pemilihan keanggotaan/Ketua/Wakil Ketua BP KNIP yang baru dan tentang jalannya pemerintahan.

Dalam sidang pleno KNIP tersebut usulan pembentukan Kementerian Agama disampaikan oleh utusan Komite Nasional Indonesia Daerah Karesidenan Banyumas yaitu KH Abu Dardiri, KHM Saleh Suaidy, dan M Sukoso Wirjosaputro. Mereka adalah anggota KNI dari partai politik Masyumi.

Melalui juru bicara K.H.M. Saleh Suaidy, utusan KNI Banyumas mengusulkan, "Supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri”.

Baca Juga: Yaqut Klaim Kemenag Hadiah Negara Buat NU, Rocky Gerung: Belum Jadi Negarawan, Jadi Politisi Pun Belum Sanggup

Usulan anggota KNI Banyumas mendapat dukungan dari anggota KNIP khususnya dari partai Masyumi, di antaranya Mohammad Natsir, Dr. Muwardi, Dr. Marzuki Mahdi, dan M. Kartosudarmo.

Secara aklamasi sidang KNIP menerima dan menyetujui usulan pembentukan Kementerian Agama.

Presiden Soekarno memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta akan hal itu. Bung Hatta langsung berdiri dan mengatakan, "Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah."

Pada mulanya terjadi diskusi apakah kementerian itu dinamakan Kementerian Agama Islam ataukah Kementerian Agama. Tetapi akhirnya diputuskan nama Kementerian Agama.

Pembentukan Kementerian Agama dalam Kabinet Sjahrir II ditetapkan dengan Penetapan Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) yang berbunyi 'Presiden Republik Indonesia, Mengingat: usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Kementerian Agama'.

Baca Juga: Menag Yaqut Klaim Kemenag Hadiah Negara untuk NU, Rocky Gerung Minta Presiden Jokowi Tanggung Jawab

Pembentukan Kementerian Agama pada waktu itu dipandang sebagai kompensasi atas sikap toleran wakil-wakil pemimpin Islam, mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta yaitu "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Maksud dan tujuan membentuk Kementerian Agama, selain untuk memenuhi tuntutan sebagian besar rakyat beragama di tanah air, yang merasa urusan keagamaan di zaman penjajahan dahulu tidak mendapat layanan yang semestinya, juga agar soal-soal yang bertalian dengan urusan keagamaan diurus serta diselenggarakan oleh suatu instansi atau kementerian khusus, sehingga pertanggungan jawab, beleid, dan taktis berada di tangan seorang Menteri.

Pembentukan Kementerian Agama, sebagaimana diungkapkan R. Moh. Kafrawi (mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama), "…. dihasilkan dari suatu kompromi antara teori sekuler dan Kristen tentang pemisahan gereja dengan negara, dan teori muslim tentang penyatuan antara keduanya. Jadi Kementerian Agama itu timbul dari formula Indonesia asli yang mengandung kompromi antara dua konsep yang berhadapan muka: sistem Islami dan sistem sekuler."

Baca Juga: Menag Yaqut Klaim Kemenag Hadiah Negara untuk NU, Rocky Gerung Minta Presiden Jokowi Tanggung Jawab

Pengumuman berdirinya Kementerian Agama disiarkan oleh pemerintah melalui siaran Radio Republik Indonesia.

Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama. H.M. Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah.

Rasjidi saat itu adalah menteri tanpa portfolio dalam Kabinet Sjahrir. Dalam jabatan selaku menteri negara (menggantikan K.H. A. Wahid Hasjim), Rasjidi sudah bertugas mengurus permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.

Kementerian Agama mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula berada pada beberapa kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri yang berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan urusan haji; Kementerian Kehakiman yang berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi; dan Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan yang berkenaan dengan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah.

Baca Juga: Yaqut Klaim Kemenag Hadiah Negara untuk NU, Buya Gusrizal Murka: Jadikan Saja Kemenag NU, Kami di Luar!

Sehari setelah pembentukan Kementerian Agama, Menteri Agama H.M. Rasjidi dalam pidato yang disiarkan oleh RRI Yogyakarta menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya.

Kutipan transkripsi pidato Menteri Agama H.M. Rasjidi yang mempunyai nilai sejarah, tersebut diucapkan pada Jumat malam, 4 Januari 1946. Pidato pertama Menteri Agama tersebut dimuat oleh Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta tanggal 5 Januari 1946.

Dalam Konferensi Jawatan Agama seluruh Jawa dan Madura di Surakarta tanggal 17-18 Maret 1946, H.M. Rasjidi menguraikan kembali sebab-sebab dan kepentingan Pemerintah Republik Indonesia mendirikan Kementerian Agama yakni untuk memenuhi kewajiban Pemerintah terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI pasal 29, yang menerangkan bahwa "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa" dan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu" (ayat 1 dan 2). Jadi, lapangan pekerjaan Kementerian Agama ialah mengurus segala hal yang bersangkut paut dengan agama dalam arti seluas-luasnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x