Fadli Zon Rilis Buku Berjudul Jubir Rakyat: Ada Sejumlah Kebijakan yang Bersifat Mengkonsolidasi Oligarki

- 22 Oktober 2021, 08:56 WIB
Fadli Zon meluncurkan buku 'Jubir Rakyat: Melawan Konsolidasi Oligarki' yang berisikan catatan-catatan kritis kepada pemerintah sejak Oktober 2019
Fadli Zon meluncurkan buku 'Jubir Rakyat: Melawan Konsolidasi Oligarki' yang berisikan catatan-catatan kritis kepada pemerintah sejak Oktober 2019 /Tangkapan Layar YouTube Fadli Zon/
 
SEPUTARTANGSEL.COM - Anggota DPR RI  Fadli Zon merilis buku berjudul 'Jubir Rakyat: Melawan Konsolidasi Oligarki' pada 20 Oktober 2021, bertepatan dengan dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi di periode kedua.
 
Fadli Zon merilis buku setebal 453 halaman ini dibagi menjadi 10 bab yang berisikan catatan-catatan kritis kepada pemerintah sejak Oktober 2019 lalu.
 
Hal tersebut disampaikan dalam video di kanal YouTube pribadinya yang diunggah pada Kamis, 21 Oktober 2021.
 
 
"Saya meluncurkan buku 'Jubir Rakyat: Melawan Konsolidasi Oligarki' setebal 453 halaman, terbagi dalam 10 bab, berisi catatan-catatan kritis kepada pemerintah sejak Oktober 2019," kata Fadli Zon, dikutip SeputarTangsel.Com dari kanal YouTube Fadli Zon Official pada Jumat, 22 Oktober 2021.
 
Fadli Zon juga mengungkapkan alasan mengapa judul buku tersebut diberi nama 'Jubir Rakyat'.
 
"Kata parlemen sendiri dari kata bicara walaupun kita tak boleh asal bicara," ujarnya.
 
 
Politisi Partai Gerindra itu juga mengungkapkan dua prinsip sebagai anggota parlemen yang menjadikan alasan dirinya memberikan judul buku tersebut 'Jubir Rakyat'
 
"Pertama menyuarakan pikiran dan kegelisahan masyarakat. Pikiran dan kegelisahan ini bisa kita dengarkan langsung  dari masyarakat, kita bisa baca di media-media sosial suara-suara rakyat," papar Fadli Zon.
 
"Kedua dilakukan untuk tujuan check and balances, mengawasi pemerintah dan cabang kekuasaan lain terutama eksekutif. Dengan kata lain, tugas anggota parlemen adalah menjadi juru bicara rakyat, mengaplifikasikan suara publik, itu sebabnya buku ini saya beri judul Jubir Rakyat," lanjutnya.
 
 
Secara umum, Fadli Zon melihat periode kedua Presiden Jokowi ini sebagai konsolidasi oligarki.
 
Hal itu disebabkan oleh agenda-agenda serta kebijakan yang diusung, khususnya di bidang ekonomi sebagian besar ditujukan melayani kepentingan oligarki bukan melayani kepentingan rakyat.
 
Selain itu, kondisi pandemi yang seharusnya menghambat konsolidasi oligarki malah mengakselerasi konsolidasi tersebut.
 
"Dalam catatan saya, ada sejumlah kebijakan besar di periode kedua pemerintahan ini yang bersifat mengkonsolidasi kekuasaan oligarki," ungkap Fadli Zon.
 
 
Fadli Zon mengungkapkan, ada tiga catatan kebijakan yang melayani kepentingan oligarki itu secara brutal dan mencolok.
 
"Yang pertama, omnibus law cipta kerja. Ini adalah undang-undang yang cukup brutal karena telah memberi presiden kekuasaan legislasi yang sangat besar sehingga bisa mengubah 79 Undang Undang sekaligus. Spectrum persoalan yang dijangkaunya juga sangat luas," ucapnya.
 
"Yang kedua, Perpu Corona atau Perpu nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan negara untuk penanganan pandemi Coronavirus desease 2019 atau Covid-19," tuturnya.
 
Menurut Fadli Zon, kebijakan ini telah memberikan kekuasaan penganggaran yang sangat besar kepada pemerintah dan memberi hak impunitas kepada para pejabat di sektor keuangan.
 
Akan tetapi, ditengah-tengah pandemi kekuasaan penganggaran serta pelonggaran defisit APBN yang lebih besar ini lebih besar dialokasikan untuk kepentingan oligarki.
 
 
"Pada tahun 2020 misalnya, dari tambahan belanja dan pembiayaan APBN sebesar 405,1 triliun untuk penanganan dampak Covid-19, insentif perpajakan dan program Pemulihan Ekonomi Nasional besarannya mencapai 220,1 triliun atau sekitar 54,3 persen dari total tambahan belanja tadi," jelas Fadli Zon.
 
"Kita hendak mengatasi darurat kesehatan tapi belanja terbesar pemerintah justru dialokasikan untuk memberi insentif kepada para pengusaha. Pada saat yang sama pemerintah malah memangkas anggaran kesehatan dari 202,5 triliun pada tahun 2020 menjadi 169,7 triliun pada APBN 2021," imbuhnya.
 
Fadli juga mengatakan, pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur menjadi kebijakan pemerintah yang mendukung oligarki.
 
"Ketiga, agenda pemindahan ibukota negara. Ditengah-tengah pandemi defisit viskal, defisit APBN serta jumlah hutang yang terus melonjak dengan fantastis, pemerintah terus menerus melontarkan wacana pemindahan ibukota," katanya.
 
Fadli Zon mempertanyakan dalam bukunya, ke mana dan kepada siapa pemerintah akan memberikan aset-aset negara yang berada di Jakarta dan sekitarnya.
 
"Banyak orang lupa, lepas dari soal apakah ibukota negara nantinya akan benar-benar bisa dipindahkan atau akan menjadi proyek mangkrak, di belakangnya ada agenda untuk mengalihkan aset-aset negara baik berupa gedung atau lahan terutama yang ada di Jakarta kepada pihak lain," ujarnya.
 
Tiga aspek inilah, menurut Fadli Zon yang memperlihatkan bagaimana oligarki sedang mengkonsolidasikan diri.
 
"Itulah konsolidasi oligarki yang terjadi di tengah-tengah pandemi. Sungguh tragis dan sungguh ironis," pungkasnya.***

Editor: Harumbi Prastya Hidayahningrum


Tags

Terkait

Terkini