Gara-gara Jokowi Sidak Apotek, Menkes Genjot Produsen Obat Terapi Pasien Covid-19 Hingga 12 Kali Lipat

- 27 Juli 2021, 22:33 WIB
Potret Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Potret Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. /Instagram/@sekretariat.kabinet/Instagram /@sekretariat.kabinet

SEPUTARTANGSEL.COM - Gara-gara sidak Jokowi ke apotek dan menemukan banyak obat untuk virus kosong tak ada stok, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin genjot produsen obat terapi Covid-19 untuk tingkatkan produksinya hingga 12 kali lipat.

Budi Gunadi mengatakan, pihaknya telah melakukan komunikasi kepada gabungan pengusaha farmasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

 “Kami sudah melakukan komunikasi dengan teman-teman di Gabungan Pengusaha Farmasi dan sudah mempersiapkan dengan mengimpor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi, serta mempersiapkan juga distribusinya,” ujarnya dikutip SeputarTangsel.com dari website Sehatnegeriku.kemkes.go.id, Senin 26 Juli 2021.

Baca Juga: Sidak, Jokowi Langsung Telepon Menkes Setelah Cek ke Apotek, Tak Ada Obat Antivirus dan Antibiotik untuk Covid

Beberapa obat virus tak ditemukan Jokowi di apotek, mulai digenjot produksi. Budi Gunadi berharap, Agustus mendatang ketersediaan obat kembali normal.

“Awal Agustus nanti beberapa obat-obatan yang sering dicari masyarakat misalnya Azithromycin, Oseltamivir, maupun Favipiravir itu sudah bisa masuk ke pasar secara lebih signifikan,” janjinya.

Budi menjelaskan untuk Azithromycin saat ini terdapat 11,4 juta stok secara nasional.

Ada 20 pabrik bakal memproduksi sehingga kapasitas Azithromycin sebenarnya mencukupi namun terkendala distribusi.

Baca Juga: China Dikabarkan Akan Menghabisi Indonesia Melalui Vaksin dan Dibongkar Menkes Budi Gunadi, Cek Faktanya

Sedangkan untuk Favipiravir stoknya sekitar 6 juta di seluruh Indonesia. Beberapa produsen dalam negeri akan segera meningkatkan kapasitas produksinya.

PT. Kimia Farma memproduksi 2 juta Favipiravir per hari. Tak hanya itu, rencananya PT Dexa Medica dikabarkan akan impor 15 juta Favipiravir di bulan Agustus.

“Kita akan impor juga 9,2 juta dari beberapa negara mulai Agustus, dan ada pabrik baru rencananya yang mulai Agustus juga akan produksi 1 juta Favipiravir setiap hari, dan diharapkan nanti di bulan Agustus kita sudah punya kapasitas produksi dalam negeri antara 2 sampai 4 juta tablet per hari yang bisa memenuhi kebutuhan,” kata Budi Gunadi. 

Baca Juga: Lagi, Anggota DPR dari Partai PAN Minta Menkes Budi Pastikan Ketersediaan ICU Bagi Wakil Rakyat

Untuk stok Oseltamivir hingga Agustus ada stok sekitar 12 juta. Azithromycin, Oseltamivir, maupun Favipiravir adalah 3 obat yang diproduksi dalam negeri. 

Ada tiga obat lain yang belum bisa diproduksi dalam negeri yang sangat bergantung kepada ekspor seperti Remdesivir, Actemra, dan Gamaras.

“Rencananya untuk Remdesivir Juli ini akan datang, kita bisa impor 150 ribu dan Agustus kita akan impor 1,2 juta. Sekarang kita sudah dalam proses untuk bisa membuat Remdesivir di dalam negeri,” ucap Menkes.

Baca Juga: Vaksin Gotong Royong Individu di Kimia Farma Diundur, Juknis dari Kemenkes Belum Final

Untuk Actemra, obat obat tersebut sangat terkenal karena harganya kisaran Rp50-an juta sampai ratusan juta, padahal harga sebenarnya di bawah 10 juta. 

“Juli ini kita akan kedatangan 1.000 vial, Agustus kita akan mengimpor 138 ribu vial. Gamaras kita akan impor 26.000 bulan Juli ini dan akan impor lagi 27.000 bulan Agustus,” imbuhnya.

Budi Gunadi Sadikin juga menekankan bahwa obat-obat tersebut harus diberikan dengan resep dokter. 

Baca Juga: Kimia Farma Tunda Vaksinasi Berbayar Karena Dianggap Kurangnya Sosialisasi

“Azithromycin, Oseltamivir, Favipiravir, Remdesivir, Actemra, dan Gamaras adalah obat yang harus diberikan dengan resep dokter. Untuk 3 obat seperti Gamaras, Actemra, dan Remdesivir itu harus disuntikkan dan hanya bisa dilakukan di rumah sakit. Jadi tolong biarkan obat-obatan ini digunakan sesuai dengan prosedur,” tambah Budi Gunadi.

Pihaknya mengimbau agar masyarakat tidak membeli obat-obat tersebut untuk dijadikan stok di rumah. Padahal obat-obat itu seharusnya dipakai sebagai resep untuk orang yang sakit. 

“Kami minta tolong agar biarkan obat ini benar-benar dibeli oleh orang yang membutuhkan bukan dibeli untuk kita sebagai stok. Kasihan teman-teman kita yang membutuhkan," pungkasnya. ***

Editor: Tining Syamsuriah


Tags

Terkait

Terkini