Utang Indonesia Membengkak, DPR RI: Risiko Semakin Besar, Jangan Nambah Terus

- 23 Mei 2021, 17:26 WIB
Ilustrasi orang menghitung uang.*
Ilustrasi orang menghitung uang.* /ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

SEPUTARTANGSEL.COM - Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak pada sejumlah sektor di belahan dunia, termasuk Indonesia.

Sektor yang sangat terasa terkena imbasnya di Tanah Air akibat pandemi adalah sektor perekonomian nasional.

Adapun dampak yang mempengaruhi perekonomian nasional tersebut berupa melemahnya tingkat daya beli konsumen, melemahnya investasi, hingga harga komoditas yang juga ikut mengalami penurunan.

Baca Juga: 279 Juta Data Penduduk Indonesia Dijual, Anggota DPR RI Desak Sahkan RUU Perlindungan Data Pribadi

Di sisi lain, permasalahan tersebut juga telah menyoroti utang pemerintah yang kian mengalami pembengkakan.

Kritikan itu telah disampaikan oleh Sartono Hutomo, selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 20 Mei 2021.

Rapat ini tersebut membicarakan penyampaian pemerintah mengenai ekonomi makro serta pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2022.

Baca Juga: 6 Artis Wanita Tanah Air Indonesia Yang Rela Operasi Plastik Demi Kecantikan, Siapa Saja Ya?

Sartono mengungkapkan untuk dapat mengetahui kondisi utang pemerintah, setidaknya terdapat banyak indikator yang perlu diamati.

Salah satu indikator tersebut adalah tingkat kesanggupan melunasi utang (solvabilitas).

Menurut pernyataan Sartono, prinsip kemampuan untuk melunasi utang tersebut tentu seirama dengan definisi kesinambungan fiskal.

Baca Juga: 7 Chat Kocak Customer Dengan Driver Ojol, Bikin Tepuk Jidat Lihatnya Drama Banget

Kesinambungan fiskal yang dimaksud adalah mengenai kemampuan dalam menjaga tingkat layanan dan kebijakan fiskal tanpa adanya perubahan yang signifikan. Selain itu, kemampuan untuk melunasi utang di masa waktu yang akan datang.

"Terlepas dari persoalan dampak pandemi, defisit yang makin lebar membutuhkan penarikan utang baru yang makin besar. Pada saat bersamaan, utang lama yang jatuh tempo pun makin bertambah," kata Sartono, seperti dikutip Seputartangsel.com dari laman resmi Demokrat pada Minggu, 23 Mei 2021.

Sementara itu, menurut Sartono, pembiayaan utang yang mengalami kenaikan drastis pada tahun 2020 tersebut belum menunjukan adanya penurunan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) tahun 2021.

Baca Juga: Protes Dokter Pandu Riono Soal Penanganan Pandemi, Fadjroel Rachman Beri Jawaban

"Padahal besaran pembiayaan utang yang naik drastis pada tahun 2020, belum turun secara berarti pada APBN 2021,’’ kata Sartono.

Politisi senior Partai Demokrat itu memprediksikan kondisi utang pemerintah akan sangat sulit untuk diklaim aman untuk saat ini maupun beberapa waktu yang akan datang.

Sartono menyarankan pemerintah untuk kembali memperhitungkan adanya dampak terhadap perekonomian nasional apabila utang terus berlanjut dalam waktu lama dan nilai utang semakin besar.

Baca Juga: Lucky Alamsyah Marahi Roy Suryo di InstaStory Karena Serempet Mobilnya dan Tak Bertanggung Jawab, Malah Marah

Untuk itu, pemerintah perlu melakukan upaya evaluasi dan berusaha untuk tidak menambah utang.

‘’Risikonya besar. Jadi, evaluasi kemampuan mutlak diperlukan, dan upayakan jangan nambah utang terus,’’ tutur Sartono dalam pernyataannya.

Pada kesempatan yang sama, Anis Byarwati, yang merupakan Anggota Komisi XI DPR RI juga turut mengkritisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kembali negatif pada triwulan I-2021.

Baca Juga: Soal Kerumunan Video Perayaan Ulang Tahun Khofifah, Nicho Silalahi: Rezim Ini Hanya Kriminalisasi Habib Rizieq

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan efektivitas kebijakan pemerintah masih belum konsisten dan belum efektif apabila ditinjau dari upaya percepatan pemulihan ekonomi maupun penanganan pandemi.

"Pertumbuhan ekonomi yang masih minus merupakan bukti bahwa penanganan pandemi oleh pemerintah belum serius dan efektif," kata Anis.

Akibat kurangnya tindakan pemerintah dalam penanganan pandemi tersebut dikhawatirkan Indonesia dapat terjebak dalam resesi.

Baca Juga: Situs Lelang Online eBay Melarang Penjualan Game Berkonten Dewasa Mulai Juli 2021

"Jika pemerintah tidak memperbaiki kinerjanya dalam penanganan pandemi Covid-19 maka kuartal II/2021 kembali akan mengalami pertumbuhan negatif dan terjebak resesi," kata Anis.

Meski, adanya tantangan yang jauh lebih besar pada triwulan 2021, Anis kembali mengingatkan pemerintah untuk tidak terlalu ambius dalam mencapai target pertumbuhan yang mencapai 7 persen.

"Pemerintah jangan terlalu ambisius dengan target pertumbuhan mencapai 7 persen, tetapi tetap realistis dengan pergerakan ekonomi yang masih dipenuhi ketidakpastian," tambah Anis.***

Editor: Muhammad Hafid


Tags

Terkait

Terkini