Kapolri Listyo Sigit Prabowo Larang Media Ekspos Tindak Kekerasan yang Dilakukan Polisi

- 6 April 2021, 15:14 WIB
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. /Sumber: Dok. Humas Polri/

SEPUTARTANGSEL.COM ­– Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melarang media untuk menayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi.

Larangan tersebut disampaikan melalui Surat Telegram (ST) tentang pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan atau kejahatan.

ST ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri, pada 5 April 2021 dan ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas

Baca Juga: Menkumham Yasonna Laoly Mengaku Gondok dengan Kubu AHY, Ini Alasannya

Baca Juga: Menhub Larang Mudik Lebaran, Menparekraf Bilang Aman Dikunjungi Wisatawan, Netizen: Wisata ke Kampung Halaman

Menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono, ST dikeluarkan dengan pertimbangan agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik.

Di dalam telegram itu, terdapat beberapa poin yang harus dipatuhi para pengemban fungsi humas Polri, salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

Berikut isi Surat Telegram yang dikeluarkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang dikutip SeputarTangsel.com dari laman resmi Divisi Humas Polri pada Selasa, 6 April 2021:

Baca Juga: Hoaks, Teroris Serang Mabes Polri Berinisial ZAS

Baca Juga: Update Banjir Bandang di NTT, Korban Meninggal Bertambah 128 Orang dan 72 Hilang

“Media dilarang menyiarkan tindakan kekerasan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, dihimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis,” tulis poin kesatu surat telegram itu.

Kemudian, Humas tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. Rekonstruksi yang dilakukan kepolisian juga tidak boleh ditayangkan secara terperinci.

Selanjutnya, reka ulang juga dilarang walaupun bersumber dari pejabat Polri. Terutama apabila reka ulang itu tentang kejahatan seksual.

Baca Juga: Aksi Teror di Makassar dan Mabes Polri Disebut Rekayasa, Edi Hasibuan Naik Pitam, Ini Komentarnya

“Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual,” sambungnya.

Lebih lanjut, gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya harus disamarkan.

Wajah dan identitas pelaku, korban, beserta keluarga yang masih di bawah umur juga harus disamarkan.

Baca Juga: Natalius Pigai Sebut Pejabat RI Diam-diam ke Singapura untuk Berjudi hingga Korupsi, Netizen: Wah Sering

“Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku,” bunyi poin lainnya.

“Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang,” bunyi poin kesembilan.

Baca Juga: Innalilahi, Sosok Ulama Karismatik Banten Meninggal

Sementara itu, Polri juga dilarang membawa media dan melakukan siaran langsung saat proses penangkapan pelaku kejahatan. Hanya anggota Polri yang berkompeten yang boleh melakukan dokumentasi.

“Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak,” bunyi kesebelas atau terakhir surat telegram itu.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x