SEPUTARTANGSEL.COM – Penyusunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law dianggap telah menyerap aspirasi masyarakat.
Penyerapan aspirasi sudah berjalan saat proses penyusunan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, sementara, jika ada yang tidak setuju merupakan persoalan lain.
"Bahwa ada orang tidak setuju, itu soal lain," kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Baca Juga: Presiden Jokowi Minta PSSI Laporkan Kesiapan Timnas Indonesia Hadapi Piala Dunia FIFA U-20
Baca Juga: POPULER HARI INI: Daftar BLT UMKM Online BPUM Lewat Link Depkop Hingga Jadwal Cuti Bersama
Hal itu, disampaikan oleh Mahfud MD dalam acara talk show Indonesia Lawyers Club (ILC) yang bertajuk "Setahun Jokowi-Ma’ruf", Selasa 20 Oktober 2020 malam.
Mahfud mengatakan, dibentuknya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) berfungsi untuk menangani pengaduan terhadap perundang-undangan.
Jika mau mencari kesalahan, kata Mahfud, tentu semua UU punya sisi kelemahan sehingga dipersilakan jika mengajukan judicial review ke MK.
"Mana ada UU di Indonesia tidak diprotes? Yang tahun ini semua diprotes. Ya, ndak apa-apa, tetapi negara ini kan harus jalan. Bukan kalau diprotes kemudian berhenti, evaluasi," tutur Mahfud.
Baca Juga: BMKG Beri Peringatan Dini, Hujan Disertai Petir dan Angin Kencang di Empat Wilayah di Jakarta
Baca Juga: Hasil Liga Champions: MU Menang Dramatis hingga Barcelona Menang Telak Atas Tim Debutan
Mantan ketua MK itu menegaskan, yang penting proses penyerapan aspirasi dalam penyusunan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law sudah berjalan, misalnya dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
"Said Iqbal itu sudah beberapa kali ke kantor saya, menyampaikan 13 usul perbaikan, sudah ditampung. Ditampung, dalam arti mari dirembuk. Pasalnya dirembuk, mari cari jalan tengah," ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud, ada polemik soal klaster pendidikan dalam UU Omnibus Law sehingga akhirnya dicabut.
Baca Juga: Pelayanan SIM Keliling Jakarta dan Depok Hari Ini, Rabu 21 Oktober 2020
Baca Juga: Maha Vajiralongkorn, Raja Thailand Terkaya yang Kendalikan Negara dari Bavaria
"Bahwa kemudian ada perbedaan isi itu ndak apa-apa, itu ada kritik-kritik bagus tadi. Meskipun kadangkala kritiknya terlambat. Artinya, begitu ada kritik, itu sudah dicabut yang dikritik," kata Mahfud.
Mahfud mengungkapkan, Omnibus Law itu sudah muncul sejak 2016 ketika dirinya, Jimly Asshidiqie, dan Indriyanto Seno Adji diundang Luhut Bisar Panjaitan semasa menjadi Menko Polhukam.
"Kata Pak Luhut, bagaimana ini pemerintah terhambat? Di situlah kita katakan buat saja Omnibus Law, itu 2016. Oke, saat mau digarap tiba-tiba Pak Luhut mau di-'reshuffle' ke (Menteri) Kemaritiman. Macet itu," ungkap Mahfud.
Baca Juga: Presiden Jokowi Digunakan untuk Nama Jalan di LN, Susul Sukarno, Hatta, RA Kartini dan Munir
Baca Juga: Menang Besar, Timnas Indonesia U-19 Bantai Hajduk Split Empat Gol Tanpa Balas
Saat itu, kata dia, regulasi di Indonesia sangat tumpang tindih sehingga menghambat investasi, misalnya dwelling time kapal yang bisa sampai 7-8 hari.
"Kok lama sekali? Apa ndak bisa 2-3 hari. Sesudah ditanya di bidang itunya, ada UU lain yang beda. Sesudah diselesaikan di imigrasinya, wah ini ada lain lagi, lain lagi," tutur Mahfud.
Oleh karena itu, kata Mahfud, pemerintah melalui Omnibus Law UU Cipta Kerja sebenarnya bertujuan untuk, antara lain mengatasi tumpang tindih aturan dan membuka lapangan kerja.***