Ahok Masuk Kabinet, Guru Besar FH Unpad: Nggak Akan Bisa

5 Juli 2020, 11:36 WIB
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.* //Instagram.com/@basukibtp/Foto: Instagram.com @basukibtp

SEPUTARTANGSEL.COM - Ramai isu reshuffle Kabinet Jokowi memunculkan sejumlah nama para menteri yang akan dicopot berikut calon menteri yang akan masuk.

Salah satu yang disebut-sebut akan ditarik Jokowi ke dalam kabinet adalah Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau populer dipanggil Ahok.

Ahok saat ini menduduki posisi sebagai Komisaris Utama Pertamina.

Baca Juga: Kalung Antivirus Corona Berbahan Eucalyptus Temuan Kementan Akan Diproduksi Massal oleh Swasta

Isu bakal masuknya Ahok ke dalam kabinet hasil reshuffle mengundang komentar pakar hukum, terutama terkait catatan Ahok yang pernah tersangkut tindak pidana pencemaran agama.

Salah satu yang berkomentar adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Susi Dwi Harijanti.

Susi menjelaskan sejumlah syarat pengangkatan menteri sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 Pasal 22 tentang Kementerian Negara.

Baca Juga: 30.834 Pasien Positif Covid-19 Indonesia Masih Dalam Perawatan, Setengah dari Total Kasus

Menurutnya, salah satu syarat yang bakal mengganjal langkah Ahok untuk bisa menduduki jabatan menteri ada di Pasal 22 ayat (2) huruf F.

"Persoalannya sekarang kalau Pak Ahok mau dijadikan menteri, dia terkena pasal huruf F ini. Karena untuk tindakan itu, dia dikenakan penodaan agama," kata Susi sebagaimana dilansir Warta Ekonomi, Sabtu 4 Juli 2020.

"Ya kan dia lima tahun lebih ancamannya, jadi dia nggak akan bisa (jadi menteri). Kena (pasal 22 huruf) F ini," tambah Susi.

Baca Juga: Spesifikasi HP Gaming Terbaik 2020 dan Harganya, Mulai Dari Vivo, Xiaomi, Realme dan Oppo

Artikel ini sebelumnya telah tayang di Wartaekonomi.co.id dengan judul "Ahok Tetap Gak Bisa Jadi Menteri"

Dalam kenyataannya, Ahok hanya divonis dua tahun. Meskipun begitu, tegas Susi, yang ditekankan di dalam Pasal 22 ayat (2) huruf F tersebut yaitu tindak pidana yang ancaman hukumannya lima tahun atau lebih.

Sehingga yang diperhatikan pada aturan dalam pengangkatan menteri tersebut yaitu ancamannya dan bukan vonisnya.

"Dia dipidana berapa tahun pun, tapi yang dibaca itu ancamannnya. Dan kenapa dipertimbangkan ancamannya itu, karena akan melihat tindak pidana yang dilakukan adalah tindak pidana serius biasanya kalau lima tahun ke atas," ucapnya.

Baca Juga: Lowongan Kerja Social Media Specialist di Mahkamah Konstitusi, Minimal D3 Ilmu Komunikasi

Selain mempertimbangkan dari segi hukum, dia berharap, agar Presiden Jokowi juga mempertimbangkan pengangkatan menteri dari segi etik.

Pasalnya, publik akan mempertanyakan langkah presiden jika ternyata mengangkat menteri yang pernah tersangkut kasus pidana.

"Kalau mendudukkan Pak Ahok pada jabatan menteri, akan ada reaksi-reaksi. Jadi, ada biaya politik yang harus dibayar. Orang akan mempertanyakan itu," ungkapnya.

Baca Juga: POPULER HARI INI: Tembus 60.000 Kasus Covid-19 Indonesia Hingga Pizza Hut Bantah Kabar Bangkrut

Karena itu, Susi berharap, presiden benar-benar mempertimbangkan orang dalam menujuk seseorang menjadi menteri ke depan.

Susi berpandangan, jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang terbelah hanya gara-gara menujuk mantan narapidana menjadi menteri.

"Jadi ini yang perlu dipertimbangkan oleh seorang presiden. Memang itu adalah haknya presiden, dikatakan hak prerogatif presiden, tetapi ketika presiden mengangkat itu harus memperhitungkan segala aspek. Jadi ini bukan persoalan 'oh Indonesia nggak bisa mengangkat minoritas menjadi ini, ini bukan persoalan mayoritas dan minoritas ini, bukan persoalan itu," ungkapnya.

Baca Juga: Berita Baik: 61 Pasien Covid-19 Tangsel Dinyatakan Sembuh

Untuk diketahui, di dalam Pasal 22 Ayat 2 Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dijelaskan sejumlah aturan dalam pengangkatan seorang menjadi menteri.

Antara lain yaitu:

A. Warga negara Indonesia;

B. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

C. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara kemudian UUD Negara Republik Indonesia 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;

D. Sehat jasmani dan rohani;

E. Memiliki integritas dan kepribadian yang baik;

F. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.***(Wartaekonomi.co.id/Redaksi WE Online)

Partner Sindikasi Konten Warta Ekonomi > Republika

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler