Kritik Presidential Threshold, Fahri Hamzah: Capres Ikut-ikutan Mengemis Tiket Palsu

30 April 2022, 15:48 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menyebut para capres 2024 ikut-ikutan berebut tiket palsu karena tidak memperjuangkan penghapusan presidentia threshold 20 persen.. /Instagram/@fahrihamzah/

SEPUTARTANGSEL.COM - Politisi Partai Gelora, Fahri Hamzah mengkritik aturan Pemilu 2024, khususnya aturan 20 persen Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden.

Presidential threshold adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden (capres).

Menurut Fahri, seharusnya para capres mengupayakan agar aturan 20 persen ambang batas pencalonan presiden dihapuskan.

Baca Juga: Jokowi dan Anies Kunjungi Sirkuit Formula E, Fahri Hamzah Minta Tak Diadu Domba

Fahri mengatakan para capres baru dianggap mempunyai harga diri jika menolak aturan 20 persen presidential threshold.

"Para Capres, baru dianggap punya harga diri dan layak didukung kalau mereka menolak tiket kedaluarsa untuk dijadikan tiket pilpres 2024," kata Fahri dikutip SeputarTangsel.Com dari akun Twitter @Fahrihamzah pada Sabtu 30 April 2022.

Menurut Fahri, capres yang meminta dukungan partai lain dan mengikuti aturan 20 persen presidential threshold diibaratkan mengemis tiket palsu.

Hal ini, dinilai Fahri menjadikan para capres terlihat tidak memiliki kualifikasi.

Baca Juga: Teddy Gusnaidi Tolak Pernyataan Rizal Ramli Soal Gugatan Presidential Threshold: Putusan MK Final dan Mengikat

"Ikut-ikutan mengemis tiket palsu membuat mereka nampak tidak punya kualifikasi sama sekali," ujar Fahri.

Menurut Fahri, sistem 20 persen presidential threshold semakin melanggengkan oligarki politik sekelompok elite.

"Di akhir ramadhan, para capres belum sadar juga bahwa mereka tidak punya tiket dan mereka diiming-imingi tiket palsu oleh oligarki!" kata Fahri.

Baca Juga: AHY Akui Presidential Threshold Jadi Tantangan Terberat Partai Demokrat, Siap Berkoalisi dengan Semua Parpol

Pada kesempatan berbeda, Fahri mengatakan bahwa dalam konteks presidential threshold, sistem Pemilu lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompok elite. Namun, mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia dari berbagai daerah.

Menurut Fahri, aturan ambang batas untuk capres hanya mempersempit peluang munculnya capres alternatif dari yang sudah dikenal selama ini.

Fahri mengatakan, mengenai capres yang ditawarkan partai politik di Parlemen, bukanlah sosok yang memiliki ide untuk membangun bangsa, karena mereka hanya calon yang memiliki uang dan pemodal.

Baca Juga: Hary Tanoe Ungkap Partai Berkarya Gabung Koalisi Partai Non Parlemen Ajukan Presidential Threshold Nol Persen

"Nanti kita bicara tentang capres yang bukan ide lagi yang dijual, (tapi) menawarkan bahwa saya punya uang dan saya punya bohir (pemodal). Kira-kira begitu yang sekarang terjadi," ujarnya.

Bahkan akibat aturan tersebut, Fahri menjelaskan, parpol saat ini sudah tidak lagi menjadi organisasi intelektual bagi masyarakat, melainkan telah menjadi power trader dan power dealer, maka parpol sudah mulai kehilangan ide dan gagasannya.***

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler