Harga Pertamax Tidak Naik, Tapi Jadi Beban Berat Pertamina

18 Maret 2022, 11:32 WIB
Ilustrasi Pertamina harga Pertamax tidak naik namun jadi beban /Instagram/@pertamina/

SEPUTARTANGSEL.COM - Harga minyak mentah dunia terus melonjak seiring dengan memanasnya perang Rusia-Ukraina, serta sejumlah sanksi dari negara Barat terhadap Rusia.

Hal ini juga berdampak pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ada di Indonesia. Khususnya untuk bahan bakar yang non subsidi atau membengkaknya subsidi energi dari pemerintah, seperti Pertamax.

Penyesuaian harga bahan bakar minyak jenis Pertamax seperti yang telah dilakukan perusahaan lain terhadap produk sekelas dinilai wajar, agar beban Pertamina tidak terus bertambah, apalagi Pertamax termasuk BBM nonsubsidi sehingga dapat mengikuti harga pasar.

Baca Juga: Instruksi Menteri BUMN Erick Thohir ke Direksi Pertamina: Gratiskan Toilet di SPBU Seluruh Indonesia

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) David E Sumual mengatakan untuk menyesuaikan harga Pertamax, bisa dengan membandingkan dengan pesaing Pertamina. Karena harga Pertamax dan Pertalite tidak dalam harga minyak mentah sekarang.

"Untuk menyesuaikan harga Pertamax, bisa dengan membandingkan dengan pesaing Pertamina. Misalnya produk BBM RON 92, pesaing Pertamina sudah mirip dengan harga pasar," kata David dilansir SeputarTangsel.Com dari Antara, Jumat, 18 Maret 2022.

"Pertamax dan Pertalite kan tidak dalam posisi harga minyak mentah sekarang," lanjutnya.

Menurut David, perbedaan harga Pertamax dan Pertalite dengan harga pasar saat ini sekitar 20-40 dolar AS per barel, bergantung pada pergerakan kurs rupiah terhadap dolar AS, yakni saat ini antara Rp14.200-Rp14.400 per dolar AS.

Baca Juga: Kebakaran Kilang Minyak Cilacap, Pertamina: yang Terbakar Tangki Pertalite, Penyebab Belum Diketahui

"Sekali lagi, ini bergantung pada kursnya di berapa, harga minyak global kira-kira berapa? Sedangkan badan usaha lain sudah mengikuti dua variabel utama ini,” kata David.

David juga berpendapat bahwa volume penjualan Pertalite saat ini sudah paling tinggi. Dengan mobilitas masyarakat yang semakin baik, konsumsi Pertalite juga akan terus meningkat.

Dengan volume yang semakin naik, beban yang harus ditanggung Pertamina juga akan semakin besar.

Baca Juga: BRI Salurkan Pinjaman Kepada Pertamina Group, Dorong Kemajuan Industri Migas

Apalagi tanpa ada kenaikan harga Pertamax yang tidak disubsidi karena dikonsumsi masyarakat mampu.

David mengasumsikan baseline skenario harga minyak sekitar 130-an dolar AS per barel paling tinggi dan bertahan di level tersebut hingga akhir tahun.

Sementara kurs rupiah terhadap dolar AS sekitar Rp14.600-an. Beban tambahan yang ditanggung Pertamina bisa mencapai Rp200-an triliun paling sedikit dalam setahun. Kondisi ini akan bergerak terus seiring pergerakan kurs dan harga minyak global.

"Pertamina memang butuh suntikan likuiditas dan mereka sudah kelihatan beberapa kesempatan menyampaikannya," kata David.***

Editor: Dwi Novianto

Tags

Terkini

Terpopuler