New Normal Membingungkan, Muhammadiyah Minta Pemerintah Mengkaji Ulang

28 Mei 2020, 19:14 WIB
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sofyan Anis menyerahkan bantuan kepada mahasiswa yang masih tinggal di kos dan asrama di sekitar kampus, Sabtu 23 Mei 2020. / - Foto: muhammadiyah.or.id

SEPUTARTANGSEL.COM - Kebijakan new normal (kenormalan baru) yang digaungkan pemerintah menuai polemik.

Terbaru, wacana ini mendapat sorotan dari salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah.

Muhammadiyah memandang wacana new normal menimbulkan tanda tanya dan kebingungan masyarakat.

Baca Juga: Dear Job Seekers, Jangan Cari Kerja ke Provinsi Banten Dulu!

Muhammadiyah memperingatkan pemerintah bahwa kesimpangsiuran dari new normal bisa menjadi sumber ketegangan aparat dengan rakyat.

"Bahkan, demi melaksanakan aturan, kadang sebagian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan," tulis pernyataan pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan nomor surat 002/PER/1.0/I/2020 Tentang Pemberlakuan New Normal, yang diunggah di laman resmi Muhammadiyah, Kamis 28 Mei 2020.

Sebagaimana diketahui, pemerintah memang masih memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di sejumlah wilayah.

Baca Juga: Rizal Ramli Blak-blakan Soal Pemecatannya: Banyak yang Akan Malu

Pada saat yang sama, pemerintah juga ingin melakukan relaksasi melalui kebijakan new normal.

Karena itu, Muhammadiyah mengingatkan pemerintah agar menafsirkan istilah new normal kepada masyarakat secara jelas, supaya tidak terjadi kesalahan penafsiran.

Seperti yang terjadi pada tempat umum. Di satu sisi, mal dan tempat perbelanjaan mulai dibuka, sementara masjid dan tempat ibadah masih harus ditutup.

Tentu hal-hal seperti ini bisa menimbulkan konflik antara pemerintah dan umat beserta jamaah.

Baca Juga: Update Covid-19 Indonesia 28 Mei: Uji 11.495 Spesimen, Positif Tambah 687 Kasus

Padahal, lanjut Muhammadiyah, ormas keagamaan telah konsisten untuk beribadah di rumah demi mencegah penyebaran virus corona.

Praktis, Muhammadiyah pun mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam menerapkan new normal.

"Laporan BNPB menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 masih belum dapat diatasi. Tetapi Pemerintah justru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan new normal. Apakah semuanya sudah dikaji secara valid dan seksama dari para ahli epidemiologi?" lanjut pernyataan yang ditandatangani Ketua Umum Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti tersebut.

Bagaimanapun juga, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut meminta pemerintah untuk mengkaji ulang new normal.

Baca Juga: Tidak Usah Buru-buru, SIM Bisa Diperpanjang Sesudah 29 Juni 2020

Berikut beberapa point pentingnya:

1. Dasar kebijakan new normal dari aspek utama yakni kondisi penularan Covid-19 di Indonesia saat ini.

2. Maksud dan tujuan new normal.

3. Konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku, khususnya PSBB dan berbagai layanan publik.

4. Jaminan daerah yang sudah dinyatakan aman atau zona hijau yang diberlakukan new normal.

5. Persiapan yang seksama agar masyarakat tidak menjadi korban, termasuk menjaga kemungkinan masih luasnya penularan wabah Covid-19.

Baca Juga: Kasus Baru Positif Covid-19 Tangsel Melonjak Lagi Setelah Landai Beberapa Hari

Dengan demikian, diharapkan pemerintah dapat bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan apa yang akan mereka ambil, apalagi kebijakan terkait COVID-19 menyangkut banyak sekali nyawa.

(*)

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler