WHO Tetapkan Varian B.1.1.529 Omicron Penyebab Kenaikan Kasus di Afrika Selatan, Begini Penjelasannya

- 27 November 2021, 11:18 WIB
Ilustrasi virus Covid-19 varian baru B.1.1.529 yang dinamai Omicron.
Ilustrasi virus Covid-19 varian baru B.1.1.529 yang dinamai Omicron. /Pixabay/Crissa

SEPUTARTANGSEL.COM- Varian baru SARS-CoV-2 yang menimbulkan kenaikan kasus di Afrika Selatan dikabarkan lebih ganas dibandingkan varian Delta yang sebelumnya juga tersebar di Indonesia.

Varian yang tersebar di Afrika Selatan ini menurut WHO bernama Omicron. 

Dokter Adam Prabata, dokter sekaligus aktivis sosial yang selalu memberikan edukasi kesehatan menjelaskan bahwa varian yang ditemukan di Afrika Selatan ini termasuk baru. 

"Varian ini pertama kali ditemukan di beberapa negara, terutama area selatan benua Afrika pada November 2021," terang dr. Adam Prabata melalui akunnya @AdamPrabata pada 27 November 2021. 

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Benny Harman: Putusan Malu-malu Kucing

Dokter Adam juga menjelaskan bahwa varian ini memiliki banyak mutasi. Ada sekitar 50 mutasi dengan lebih dari 30 di antaranya terjadi di protein S.

"Protein S sederhananya adalah bagian virus yang berfungsi untuk menempel pada sel yang akan diserang," jelas dr. Adam Prabata.

Mutasi-mutasi varian ini juga memiliki banyak potensi antara lain, di antaranya, menurunkan kemampun antibodi penetralisir virus, meningkatkan kemampuan virus masuk ke sel dan meningkatkan kemampuan menghindar dari imunitas alami. 

"Artinya kemampuan vaksin, antibodi pasca infeksi alami, dan terapi antibodi berpotensi akan berkurang ketika berhadapan dengan varian Omicron," jelas dr. Adam Prabata. 

Sehingga potensi kemampuan varian ini untuk menular dan menginfeksi akan lebih tinggi. 

Baca Juga: Apa Itu Varian Baru Virus Corona B.1.1.529 yang Diberi Nama Omicron? Simak Penjelasan Dokter Adam Prabata

Karena tingkat penularannya yang sangat tinggi, varian ini pula yang menyebabkan meningkatnya kasus di Afrika Selatan dengan kecepatan yang tampak lebih tinggi dibandingkan varian Delta.

"Tapi kita tetap perlu menunggu data lebih lanjut seberapa cepat sebenarnya penularannya dibanding varian Delta," tambahnya. 

Hal ini diksebabkan belum ada bukti kalai memang varian ini lebih berbahaya atau lebih berisiko rawat inap dan meninggal dunia dibandingkan varian Delta. 

Dokter Adam juga mengingatkan beberapa negara, termasuk Malasia dan Singapura, sudah menerapkan pembatasan perjalanan untuk beberapa negara di Afrika dalam rangka mencegah masuknya varian ini ke negara mereka. ***

Editor: Tining Syamsuriah


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah