Benarkah Suntikan Pertama Vaksin Ke Penyintas Covid-19 Lebih Efektif Dibanding yang Belum Pernah Terpapar?

- 7 Februari 2021, 16:35 WIB
ilustrasi vaksin Covid-19
ilustrasi vaksin Covid-19 /Foto: Pixabay/torstensimon
 
SEPUTARTANGSEL.COM - Sebuah kabar datang dari Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York, Amerika Serikat yang mendapatkan hasil penelitian terkait penggunaan vaksin Covid-19. 
 
Dalam studinya, diketahui bahwa peserta yang sebelumnya terinfeksi Covid-19 memberikan respons antibodi yang sama atau lebih tinggi ketika mereka telah mendapatkan dosis pertama dari vaksin berbasis mRNA. 
 
Hal ini menunjukkan respons yang baik jika dibandingkan dengan mereka yang tidak tertular virus dan menerima dua dosis vaksin. Namun, dari hasil studi tersebut juga ditemukannya efek samping suntikan kepada para penyintas Covid-19. 
 
 
 
Adapun efek samping yang ditimbulkan, seperti sakit kepala, demam, dan nyeri otot atau sendi lebih sering daripada mereka yang tidak pernah terkena virus. 
 
Menurut hasil ini, para ilmuwan menyarankan bahwa orang yang sebelumnya terinfeksi virus corona bisa diberi hanya satu dosis vaksin untuk menciptakan kekebalan yang sama dengan mereka yang tidak tertular virus dan menerima dua dosis vaksin.
 
Fatih Sahiner, seorang Ahhli mikrobiologi medis dan Ahli virologi di Universitas Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran Gulhane di ibu kota Ankara, setuju dengan penelitian ini.
 
 
 
“Pemberian vaksin dosis kedua kepada penyintas virus Covid-19 tidak akan memberikan manfaat tambahan. Dengan satu dosis vaksin yang diberikan kepada orang-orang ini, sangat mungkin jutaan lebih orang dapat mendapatkan vaksin dan mengembangkan kekebalan terhadap virus,” kata Sahiner dalam keterangan wawancaranya. 
 
Menurutnya, vaksinasi hanya dengan satu dosis akan menjadi strategi yang masuk akal selama pandemi. 
 
"Karena seseorang yang sembuh dari penyakit menular sudah memiliki kekebalan perlindungan sampai batas tertentu, sistem kekebalan mereka menganggap vaksin itu sebagai infeksi baru dan merespons dengan kuat," lanjutnya, yang dikutip oleh Seputartangsel.com dari Anadolu Agency pada Minggu 7 Februari 2021.
 
 
 
Itulah mengapa efek samping vaksin secara signifikan lebih tinggi pada penyintas daripada mereka yang tidak pernah tertular virus ini sebelumnya. 
 
"Penting untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa dosis vaksin yang tidak perlu dapat meningkatkan risiko hipersensitivitas seperti alergi pada individu yang hipersensitif," tutur Sahiner
 
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga Desember 2020 terdapat lebih dari 200 kandidat vaksin untuk COVID-19 yang sedang dikembangkan. Dari jumlah tersebut, setidaknya ada 52 kandidat vaksin sedang dalam uji coba pada manusia.
 
 
 
GAVI, Vaccine Alliance, mengatakan ada empat kategori vaksin yang berbeda dalam uji klinis; vektor virus, Asam Nukleat (RNA dan DNA), virus utuh, subunit protein, menambahkan beberapa di antaranya mencoba memasukkan antigen ke dalam tubuh, yang lain menggunakan sel tubuh untuk membuat antigen virus.
 
Oxford-AstraZeneca dan Russia's Sputnik V adalah vaksin vektor virus, sedangkan Pfizer-BioNTech dan Moderna adalah vaksin berbasis mRNA. Sedangkan CoronaVac China adalah virus yang tidak aktif.
 
Kemudian, menurut Universitas Johns Hopkins AS, pandemi sejauh ini telah merenggut lebih dari 2,25 juta jiwa di 192 negara dan wilayah sejak muncul pada Desember 2019.
 
 
 
Lebih dari 104 juta kasus dan lebih dari 57,78 juta orang dilaporkan telah sembuh dari virus ini.***

Editor: Harumbi Prastya Hidayahningrum


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x