Kudeta Militer Hancurkan Impian Pelajar Kejar Pendidikan Tinggi di Myanmar  

- 4 November 2021, 12:50 WIB
Unjuk rasa dan konflik terus terjadi setelah kudeta militer Myanmar Februari 2021, pendidikan tinggi kena imbasnya
Unjuk rasa dan konflik terus terjadi setelah kudeta militer Myanmar Februari 2021, pendidikan tinggi kena imbasnya /Foto: Reuters/ Stringer/

 

SEPUTARTANGSEL.COM – Kudeta militer, 1 Februari 2021 membuat berbagai sektor kehidupan di Myanmar melemah. Sektor pendidikan menjadi salah satu yang terpuruk seiring konflik tidak berkesudahan selama berbulan-bulan.

Bahkan, impian pendidikan tinggi calon mahasiswa ke luar negeri ikut hancur bersama sistem yang berantakan. Padahal saat kesempatan belajar di dalam negeri berkurang, ekonomi runtuh, pembunuhan, penyiksaan, dan penangkapan. 

Belajar di luar negeri merupakan secercah harapan, namun, hal ini juga tidak terlaksana.

Banyak contoh anak muda yang gagal melanjutkan pendidikan tinggi.

Baca Juga: Myanmar Bebaskan Ratusan Tahanan Politik di Bawah Tekanan ASEAN

Deborah, wanita yang berusia 21 tahun misalnya. Pada akhir 2020 dia telah dinyatakan lulus bersyarat dan mendapat beasiswa di sebuah Universitas di Amerika Serikat (AS). Untuk itu, dia meminta kepada Departemen Pendidikan untuk menyiapkan dokumen transkrip.

Seharusnya, dokumen sudah siap di awal Februari 2021. Namun setelah kudeta, banyak pegawai negeri meninggalkan pekerjaannya. Sampai saat ini dokumen yang diperlukan untuk pendidikan tinggi belum ada.

“Karena kudeta, (transkrip saya) masih belum ada di tangan sampai sekarang dan rencana dibatalkan,” ujar Deborah sebagaimana dilansir SeputarTangsel.Com dari Al Jazeera, Rabu 3 November 2021.

“Kalau kita bicara pendidikan, semuanya macet di Myanmar,” ujar Bawi Za, mahasiswa dari Negara Bagian Chin yang juga gagal melanjutkan studi ke AS untuk program magister,

Baca Juga: Konvoi Militer Myanmar Diserang Bom oleh Para Pembangkang  

“Ini seperti tidak ada harapan bagi pemuda dan pelajar Myanmar,” sambung Bawi Za.

Sebagai informasi, ketika militer pertama kali merebut kekuasaan di Myanmar tahun 1962, negara itu mengalami kemiskinan dan isolasi. Dampak buruknya juga melanda sektor pendidikan.

Militer saat itu sangat ketat mengawasi informasi dan universitas. Bahkan, beberapa lembaga pendidikan ditutup dalam waktu lama.

Pada 1988, para mahasiswa universitas di Yangon melakukan aksi protes. Tindakan tersebut dihadapi dengan kekerasan mematikan dan penangkapan. Perguruan tinggi lalu ditutup hingga 12 tahun setelahnya.

Baca Juga: Fadli Zon ke BNPT: RI Akui Pemerintahan Kudeta Thailand dan Myanmar, Kok Takut Taliban?

Sejak saat itu, ribuan pelajar dan mahasiswa menuju daerah perbatasan terpencil untuk berlatih sebagai pejuang revolusioner bersama organisasi etnis bersenjata.

Kini, kondisi kembali kepada masa-masa suram tersebut. Bagi pemuda yang fokus mengejar pendidikan tinggi di luar negeri, kudeta telah menciptakan masalah baru.

Selain kesulitan mengurus transkrip nilai, mereka terbentur dengan komunikasi, di mana militer telah berulang kali mematikan internet. Mereka juga terancam tidak bisa memperoleh visa pelajar secara langsung. ***

Editor: Tining Syamsuriah


Tags

Terkait

Terkini

x