Kritik Raja Thailand di Facebook, Nenek Ini Dibui 43 Tahun Penjara

- 20 Januari 2021, 22:06 WIB
The Grand Palace, tempat tinggal raja Thailand.
The Grand Palace, tempat tinggal raja Thailand. /Foto: Pixabay/PTLlab/

SEPUTARTANGSEL.COM - Pengadilan Thailand pada hari Selasa 19 Januari 2021 menghukum seorang wanita berusia 65 tahun lebih dari 43 tahun penjara.

Gara-garanya, nenek tersebut memposting kritik yang ditujukan kepada keluarga kerajaan, kata kuasa hukumnya.

Ini menjadi hukuman paling keras yang pernah diterima seorang warga Thailand karena dianggap menghina kerajaan.

Baca Juga: Koki Mesir Ditangkap Gara-gara Bikin Dekorasi Kue Berbentuk Kelamin

Baca Juga: Waduh, Ini Komentar Rocky Gerung Atas Pernyataan Listyo Sigit Prabowo Soal Penegakan Hukum

Hukuman yang ia terima bersamaan dengan masa demonstrasi pimpinan para pemuda yang tidak biasa, di mana para pemimpin protes tersebut secara terbuka mengkritik kerajaan.

Aksi ini berisiko mendapat tuntutan di bawah hukum Thailand yang ketat, yang dikenal dengan nama lese majeste.

Siapa saja yang melanggar hukum ini akan mendapat hukuman sebanyak 15 tahun di setiap pelanggarannya.

Baca Juga: Komjen Listyo Sigit Prabowo: Polantas Tak Usah Nilang, Fokus Atur Jalan Saja

Baca Juga: Anggota DPR Minta Risma Terbuka Terkait Kasus 16,7 Juta Penerima Bansos Fiktif, Benny: Skandal Besar

Anchan Preelert mengaku bersalah atas 29 pelanggaran berbeda karena membagikan dan memposting video di YouTube dan Facebook antara tahun 2014 dan 2015, kata kuasa hukumnya Pawinee Chumsri.

Pada awalnya Anchan diberi hukuman sebanyak 87 tahun penjara, namun karena ia telah mengakui kesalahannya di pengadilan hukumannya dikurangi sebanyak setengahnya, tutur Pawinee.

"Ini adalah hukuman penjara terpanjang dalam sejarah kasus lese majeste," ungkap Pawinee, anggota Thai Lawyers for Human Rights Group.

Baca Juga: Sebelum Lepas Jabatan, Jenderal Pol Idham Azis Beri Kenaikan Pangkat kepada 32 Polisi

Baca Juga: Listyo Sigit Prabowo Bawa 8 Komitmen Sebagai Kapolri, Ini Rinciannya

Dikutip Seputartangsel.com dari Reuters, Anchan yang saat ini tidak bisa dihubungi untuk berkomentar bisa mengajukan banding di dua pengadilan tinggi.

Amnesty International mengungkapkan kecemasannya atas apa yang disebut dua kelompok HAM Thailand sebagai hukuman terpanjang sejauh ini karena menghina kerajaan.

Dikutip Seputartangsel.com dari NBC News 20 Januari 2021, aparat keamanan menggerebek rumah Anchan di tahun 2015, beberapa bulan setelah pemerintah sipil digulingkan dalam sebuah kudeta militer.

Baca Juga: Waw, Listyo Sigit Prabowo Didampingi oleh Seniornya Angkatan 87,88 hingga 91 Saat Uji Kelayakan

Baca Juga: Puting Beliung di Wonogiri, Jawa Tengah Bikin Geger Warga

Kasus yang melibatkan Anchan, yang pada awalnya dibawa ke pengadilan militer dipindahkan ke pengadilan sipil setelah pemilihan umum tahun 2019, di mana mantan pemimpin junta Prayuth Chan-ocha tetap menjadi perdana menteri.

Kurang lebih sebanyak 169 orang didakwa hukum lese majeste setelah kudeta tahun 2014, menurut kuasa hukum kelompok HAM. Beberapa kasus butuh waktu bertahun-tahun untuk dilanjutkan.

Pemerintah sempat berhenti menggunakan hukum lese majeste pada tahun 2018, namun kepolisian mulai menggunakannya kembali akhir tahun lalu setelah para pemimpin protes yang menarik puluhan ribu orang secara terbuka mengkritik kerajaan.

Baca Juga: Komisi III DPR RI Gelar Uji Kelayakan dan Kapatutan Calon Kapolri, Ini Rentetan Acaranya

Baca Juga: Calon Kapolri, Listyo Sigit Prabowo: Tidak Boleh Ada Hukum Tajam Ke Bawah Tapi Tumpul Ke Atas

Sejak bulan November 2020 lebih dari 40 aktivis pemuda telah dihukum di bawah hukum tersebut. Tidak ada satupun dari kasus-kasus itu dibawa ke pengadilan.

Di hari Senin 18 Januari 2021, seorang pria yang ditangkap pada tahun 2014 dihukum lebih dari 4 tahun penjara setelah menerbitkan tulisan dan puisi secara online yang menurut pengadilan mengandung kebohongan tentang kerajaan.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x