SEPUTARTANGSEL.COM - Seorang anggota pasukan pemelihara perdamaian asal Indonesia gugur akibat serangan milisi di Kota Beni, Republik Demokratik Kongo.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk keras serangan milisi tersebut.
"Saya mengutuk keras serangan pengecut di Beni, kemarin (22 Juni) yang menewaskan seorang anggota pasukan perdamaian asal Indonesia yang bertugas untuk MONUSCO," kata Kepala Departemen Operasi Perdamaian PBB, Jean-Pierre Lacroix melalui akun Twitternya, Selasa 23 Juni 2020.
Baca Juga: Daftar Harga HP Oppo Terbaru 2020, Mulai Satu Jutaan
Gugurnya Sersan Mayor Rama Wahyudi dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi melalui unggahan di akun Twitternya, Selasa.
"Penghargaan setinggi-tingginya kepada Almarhum Serma Rama Wahyudi atas pengabdiannya dalam menjaga perdamaian dunia. Semoga keluarga yang ditinggalkan selalu diberi ketabahan," tulis Menlu Retno.
Sersan Mayor Rama Wahyudi saat serangan terjadi tengah berpatroli rutin bersama MONUSCO, misi perdamaian PBB di Republik Demokratik Kongo.
Baca Juga: POPULER HARI INI: Debat Menko Luhut dan Ekonom Rizal Ramli Batal Hingga Jaka Sembung Naik Ojek
Kelompok bersenjata Allied Democratic Forces (ADF) menyerang MONUSCO di wilayah dekat Kota Beni, Senin malam 22 Juni 2020.
Selain Serma Rama yang gugur, seorang anggota lainnya juga dikabarkan terluka. Namun, ia selamat dan saat ini kondisinya stabil, kata PBB dalam laman resminya.
Lacroix memastikan aksi teror tersebut harus ditindak oleh aparat hukum.
Baca Juga: Pemerintah Apresiasi Keputusan Arab Saudi Kedepankan Keselamatan Jemaah Haji
Dalam cuitannya Lacroix juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia karena senantiasa mendukung PBB dan Misi Perdamaian PBB.
Dalam kesempatan berbeda, Sektretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan ucapan bela sungkawa kepada keluarga Serma Rama dan Pemerintah Indonesia.
Ia menyebut serangan terhadap pasukan perdamaian PBB sebagai bagian dari kejahatan perang.
Baca Juga: Netty: Nakes Jadi Korban Karena APD Tidak Standar, Kok Malah Mau Ekspor? Jaka Sembung Naik Ojek
Untuk itu, Guterres mendesak Pemerintah Republik Demokratik Kongo untuk menyelidiki dan membawa para pelaku ke pengadilan.
Tidak hanya itu, ia juga mengutuk keras serangan tersebut.
Pelaku serangan, ADF, merupakan gerilyawan bersenjata yang memindahkan aksi terornya dari Uganda ke Republik Demokratik Kongo pada 1990-an. ADF mulanya menyebar teror karena menentang pemerintahan Presiden Uganda Yoweri Museveni.
Baca Juga: Kasus Positif Corona Indonesia Nyaris Tembus 50.000, per Hari Tambah Seribuan
Namun pada 1995, ADF menetapkan beberapa wilayah di Republik Demokratik Kongo sebagai pusat operasinya.
PBB, lewat laman resminya, menyampaikan ADF telah menewaskan 15 anggota pasukan perdamaian PBB di markas mereka yang terletak dekat perbatasan Kongo dan Uganda pada Desember 2017.***