Unjuk Rasa di Sri Lanka, Tidak Akan Berhenti Hingga Presiden dan PM Mundur

10 Juli 2022, 20:56 WIB
Unjuk rasa di Sri Lanka menduduki kediaman Presiden /Foto: Reuters/ Dinuka Liyanawette//

SEPUTARTANGSEL.COM - Kondisi Sri Lanka setelah melewati krisis keuangan selama tujuh tahun, kian memprihatinkan. 

Kericuhan tidak dapat dihindarkan. Unjuk rasa dilakukan oleh ribuan massa dan mencapai puncaknya pada hari Sabtu, 9 Juli 2022.

Ribuan pengunjuk rasa menduduki rumah Presiden Rajapaksa dan membakar rumah PM Ranil Wickremesinghe.

Baca Juga: Pemerintah Sri Lanka Perintahkan Tembak di Tempat untuk Padamkan Kerusuhan

Pada pemimpin unjuk rasa pada hari ini, Minggu 10 Juli 2022 mengatakan, mereka akan menduduki rumah Presiden dan PM hingga keduanya mengundurkan diri. Sementara kedua pempimpin negara yang dimaksud sudah meninggalkan negara.

Unjuk rasa memang dilaksanakan untuk memprotes Presiden dan PM Sri Lanka. Kedua pemimpin tersebut dinilai tidak mampu mengatasi krisis ekonomi yang menghancurkan negara dan meletus menjadi kekerasan.

"Presiden harus mengundurkan diri, perdana menteri harus mengundurkan diri dan pemerintah harus pergi," kata penulis drama yang ikut dalam aksi protes di Kolombo, Ruwanthie de Chickera dilansir SeputarTangsel.Com dari Reuters, Minggu 10 Juli 2022.

 Baca Juga: Utang China Bikin Negara Ini Bangkrut, Pembangunan Infrastruktur Mangkrak, Presiden Sri Lanka Minta Keringanan

Diapit oleh para pemimpin unjuk rasa lain dalam konferensi pers, Ruwanthie menegaskan, dia tidak akan keluar dari kediaman resmi Presiden dan PM.

Situasi Sri Lanka pada hari ini sudah mulai mereda. Suasana kediaman resmi Presiden dan PM terasa lenggang. Anggota pasukan keamanan dengan membawa senapan serbu berdiri di luar kompleks, tetapi mereka tidak dapat menghentikan orang-orang yang penasaran berkeliaran di istana.

Kehidupan Presiden dan PM Sri Lanka memang dinilai sangat mewah oleh rakyatnya. Berbanding terbalik dengan gan rakyat yang menderita.

Sri Lanka telah mengalami krisis ekonomi terburuk selama tuhuh dekade. Kekurangan mata uang asing telah menghentikan impor kebutuhan pokok, seperti bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.

Baca Juga: Menkominfo Bertemu dengan Menteri Media Massa Sri Lanka Bicarakan Upaya Melawan Infodemi

Krisis makin meningkat saat pandemi Covid-19 melanda dunia, Negara yang bergantung pada sektor pariwisata terhantam.

Hal di atas diperparah oleh utang pemerintah yang besar dan terus bertambah. Kenaikan harga minyak dan larangan mengimpor pupuk kimia akhirnya juga menghancurkan pertanian.

Antrean di depan toko-toko untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) terlihat setiap hari. Bahkan, pemerintah meminta masyarakat untuk bekerja di rumah dan menutup sekolah untuk menghemat BBM.

Baca Juga: Dianggap Pakaian Ekstrimis, Sri Lanka dan Swiss Larang Burka 

Terakhir, inflasi negara berpenduduk 22 juta tersebut mencapai 54,6%. Bank Sentral mengingatkan, kondisi bisa naik hingga menjadi  70%. ***

 

Editor: Nani Herawati

Tags

Terkini

Terpopuler