China Yakin Sebagai Pemilik Natuna Utara Sejak Era Laksamana Cheng Ho

24 Maret 2022, 23:15 WIB
Coast Guard Indonesia dan Jepang latihan bersama di perairan Natuna /bakamla.go.id

SEPUTARTANGSEL.COM - China tampaknya masih bersikukuh merasa memiliki kawasan Natuna sebagai miliknya.

Klaim tersebut disampaikan berdasarkan faktor sejarah panjang yang dibuktikan lewat perjalanan penjelajah legendaris Laksamana Cheng Ho.

Klaim China itu terungkap lewat publikasi di media China, 163.com pada Rabu, 16 Maret 2022.

Baca Juga: Pencarian Korban dan Kotak Hitam Pesawat MU5735 China Eastern Airlines Terhenti oleh Hujan

Dikutip dari 163.com, Kekaisaran China sebelum era Dinasti Han masuk ke Natuna yang ketika itu mereka namai pulau Qitou.

"Sebelum Dinasti Han, orang dahulu menyebut tempat ini Zhanghai, yang disebut Kepulauan Natuna sebagai Zhanghai Qitou dan menyebut Pulau Natuna sebagai Qitou Besar," beber 163.com.

China beralasan bahwa penjelajah terkenal mereka, Zheng He alias Laksamana Cheng Ho dalam pelayarannya ke Barat memasuki Nusantara singgah di Natuna.

Cheng Ho lantas membuat pangkalan armadanya di Natuna sebelum melanjutkan pelayaran lebih dalam lagi hingga ke pulau Jawa.

Baca Juga: Pencarian Korban Selamat dari Kecelakaan Pesawat MU5735 yang Jatuh di Guangxi, China Semakin Pudar

"Karena lokasi lalu lintasnya, Dajiqitou digunakan oleh armada Zheng He sebagai pos pos pertama di laut, yang mengawali sejarah pengelolaan Kepulauan Natuna oleh Tiongkok," katanya.

Dinasti Ming yang menugaskan Cheng Ho ke Nusantara kemudian mengganti nama pulau Natuna menjadi Anbuna.

Pada 1433 M, Xuanzong Zhu Yawen dari Dinasti Ming yaitu Zhu Zhanji memutuskan untuk memberikan kata 'Wanshengyu, Anbuna', dan sejak itu (Natuna) memiliki nama resmi.

Dalam artikelnya, 163.cm juga menunjukkan peta pelayaran Cheng Ho dari China ke Formosa, Semarang hingga Madagaskar.

Baca Juga: Kedaulatan Indonesia di Ruang Udara Natuna, Susi Pudjiastuti: Mestinya Detail Perjanjian Dipublikasikan

"Bagan Navigasi Zheng He dari Dinasti Ming menggambarkan lokasi Jijiqitou (Natuna)," papar 163.com.

Tapi setelah kebangkitan Dinasti Qing, faksi-faksi Dinasti Ming dari Guangdong kabur ke Natuna.

Alasannya mereka tak mau di bawah pemerintahan Qing sehingga memilih Natuna sebagai wilayah yang akan didirikan kerajaan baru.

"Pada akhir Dinasti Ming dan awal Dinasti Qing, Zhang Jiexu, penduduk asli Chaozhou, Guangdong, tidak puas dengan aturan Dinasti Qing di Tiongkok, sehingga ia memimpin 300 pasukan Ming ke selatan untuk menetap, mendirikan kerajaan tanpa aturan khusus. nama, dan menjadi raja sendiri," jelasnya.

Baca Juga: Indonesia Dirugikan Bila Upaya Tiongkok Kuasai Laut China Selatan Terwujud, Laut Natuna Utara Jadi Taruhan

Zhang Jiexu mengurus Natuna, mencoba mendirikan kejayaan Dinasti Ming di Nusantara.

Belum sempat berdiri tegak, Belanda datang menjajah Nusantara.

Pasukan Jiexu yang masih tradisional kalah melawan persenjataan Eropa.

"Pada awal abad ke-19, pewaris terakhir Zhang Jiexu meninggal, kerajaan hancur, dijajah oleh Belanda, dan kemudian di bawah yurisdiksi Indonesia.

Belanda menjajah Kepulauan Melayu dan Kepulauan Natuna secara bersamaan.

Untuk memutuskan ikatan budaya dengan China, mereka mengubah Anbuna menjadi Natuna, yang merupakan asal dari Kepulauan Natuna," jelas 163.com.

Baca Juga: Di Tengah Sengketa dengan China, AS Kirim Dua Kapal Induk ke Laut Natuna

Hingga kini, sejarah kejayaan di Natuna membuat China merasa tetap berhak memiliki kawasan tersebut.

Salah satu wujud rasa memiliki itu, China pernah memprotes pengeboran minyak bumi yang dilakukan Indonesia di Natuna Utara.

Surat protes soal Natuna Utara tersebut dikirim pemerintah China ke Indonesia.

Banyak pihak mempertanyakan protes China kepada Indonesia di Natuna Utara ini. Alasannya cukup mudah yakni Natuna Utara milik Indonesia.

Tapi China memprotesnya seolah-olah Natuna Utara wilayah kedaulatannya.

Padahal menurut UNCLOS 1982, Natuna Utara masuk ke wilayah Indonesia. Artinya, PBB sudah mengakui Natuna Utara adalah milik Indonesia.

Baca Juga: China Larang Indonesia Ambil SDA di Laut Natuna Utara, Rizal Ramli: Beijing Sok Jago

Protes China ini disampaikan Muhammad Farhan, seorang anggota parlemen Indonesia di komite keamanan nasional yang mengetahui persis isi surat itu.

Ia menegaskan, Indonesia tak akan mengentikan pengeboran minyak bumi lepas pantai di sana.

"Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Farhan seperti dikutip dari Reuters, Rabu 11 November 2021.

Farhan melihat protes China ini erat hubungannya dengan klaim Nine Dash Line.

Baca Juga: Viral, Penampakan Benda Mirip Tank di Perairan Natuna Kepulauan Riau Bikin Geger Netizen, Ada Apa?

Artikel ini telah tayang di Zona Jakarta dengan judul: "China Klaim Jadi Kekaisaran Terkuat Asia Timur Tapi Kalah Melawan Indonesia di Natuna"

China ingin mendorong agenda Nine Dash Line, menekan UNCLOS 1982.

"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Farhan.

Nine Dash Line sendiri merupakan cara pemerintah China mengembalikan kejayaan kekaisaran mereka.*** (Beryl Santoso/Zona Jakarta)

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler